Kota Bandar Lampung Dapat Mengadopsi Kamikatsu, Kota Tanpa Sampah
-
Novis
- 01 March 2024

Clickinfo.co.id, BANDARLAMPUNG -- Sampah menjadi momok yang menakutkan ketika sampah itu berserakan dan dibiarkan.
Sampah bisa bernilai ekonomis dan privilage ketika sampah itu bisa didaur ulang akan menjadi nilai tambah PAD bagi Pemerintah. Sampah salah satu faktor penyumbang terbesar yang mengakibatkan kebanjiran.
Kota Bandar Lampung tepatnya Sabtu 24 Februari 2024 dilanda banjir, sehingga Sabtu malam Minggu Jl Soekarno Hatta macet total. Sehingga dengan adanya musibah banjir ini, Kota Bandar Lampung akan semakin tertata dengan baik khususnya dari pengelolaan sampah dapat menjadi perhatian utama.
Bandar Lampung dapat mengadopsi dari Kota tanpa limbah pertama di Jepang, Kamikatsu, memiliki tingkat daur ulang sebesar 80%.
Saat membaca sekilas membaca artikel tentang Kota Kamikatsu di Jepang yang disebut sebagai kota tanpa sampah, saya langsung penasaran.
Google lantas mengarahkan pencarian saya terkait Kamikatsu ke sebuah bloger bernama liberty-society.com dan laman desain archdaily.com. Berikut hasil pencarian saya.
Kamikatsu adalah sebuah kota kecil di Prefektur Tokushima, Jepang. Kota ini telah menarik perhatian dunia sebagai salah satu kota bebas sampah. Warga kota ini dikenal dengan komitmen lingkungannya yang luar biasa.
Kamikatsu menunjukkan bagaimana sebuah komunitas dapat hidup berkelanjutan dengan mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang hampir semua sampah yang dihasilkan.
Archdaily.com menulis, tingkat daur ulang di Kota Kamikatsu mencapai 80 persen. Warga memilah sampah ke dalam 45 kategori, dengan barang bekas dipajang seperti toko di pusat daur ulang.
Kota Kamikatsu memulai inisiatif bebas sampah pada tahun 2003 sebagai respons terhadap meningkatnya biaya pembuangan sampah dan masalah lingkungan yang ditimbulkan.
Semua ini berawal dari keputusan pemerintah kota untuk menghentikan pembakaran sampah terbuka, sebuah praktik yang jamak dilakukan di banyak kota Jepang pada saat itu.
Strategi inti Kota Kamikatsu dalam mengelola sampah terletak pada pengurangan dan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Dilansir archdaily.com, warga Kota Kamikatsu secara aktif mengurangi konsumsi barang yang menghasilkan sampah dan memprioritaskan produk dengan kemasan ramah lingkungan.
Kegiatan daur ulang di Kota Kamikatsu berpusat di community centre yang menjadi komunitas daur ulang yang berkelanjutan dan berjanji untuk tidak menghasilkan limbah.
Pusat community ini menjadi fasilitas inti kota Kamikatsu, dengan berbagai fungsi termasuk tempat pemilahan/pengumpulan sampah dan pusat daur ulang, serta pusat yang mempromosikan dan mengajarkan tentang gerakan tanpa sampah.
"Kami merancang arsitektur yang tidak akan menghasilkan sampah, dapat dipilah, dan pada akhirnya dapat dirampingkan," demikian Hiroshi Nakamura, arsitek yang mendesain pusat komunitas Kota Kamikatsu.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menggunakan kayu cedar yang dapat dipanen secara lokal untuk mendaur ulang sumber daya hutan sekaligus meminimalkan jejak karbon.
"Kami memutuskan untuk menggunakan kayu gelondongan dalam bentuk aslinya karena kayu cedar yang dipotong secara berputar akan menghasilkan limbah kayu," imbuh Hiroshi.
Mengingat penurunan populasi dan kemajuan teknologi pada akhirnya akan mengurangi volume sampah, kami mengulangi struktur rangka kayu pada penampang melintang sehingga dapat dengan mudah diperkecil.
Hasil akhirnya terlihat mencolok, dengan baut yang digunakan sebagai sambungan sehingga kontraktor lokal dapat menangani konstruksi/pemeliharaan, dan penyortiran menjadi lebih mudah ketika dibongkar.
Hiroshi dan timnya memandang perlengkapan dan peralatan pertanian yang dibuang, dll. sebagai sumber daya, dan mendaur ulangnya sebagai bagian luar dan perlengkapan bangunan.
"Kami juga menggunakan cullet botol kaca sebagai agregat teraso. Di pusat daur ulang yang dindingnya dipenuhi tumpukan biro, seorang nenek mungkin menunjuk ke laci bekas pengantinnya dan berbagi sejarah keluarga dengan cucunya," imbuhnya.
Dengan memvisualisasikan dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara maksimal dan tidak menganggapnya sebagai “sampah”, Kamikatsu mulai menghargai sesuatu dan menjadi sadar akan kekayaan gaya hidup masyarakat setempat.
"Identitas kota diwujudkan dalam arsitektur ini agar warga kota dapat merasa bangga dengan cara hidupnya," pungkas Hiroshi.
Editor Novis
Comments (0)
There are no comments yet