
Clickinfo.co.id - Pilkada Formalitas maraknya paslon tunggal dan kotak kosong di 2024.
Dinamika Pilkada Serentak 2024 menjadi menarik untuk terus diamati dan dicermati, satu diantaranya adalah fenomena Pilkada melawan kotak kosong.
Tak tanggung-tanggung fenomena melawan kotak kosong ini terjadi dalam Pilkada 2015 dan jumlahnya semakin banyak di Pilkada Serentak 2024 ini mencapai 43 daerah se-Indonesia.
Untuk Pilkada Serentak di Provinsi Lampung ada 2 daerah dimana paslon akan melawan kotak kosong, yaitu Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tulangbawang Barat.
Berkenaan dengan fenomena melawan kotak kosong ini, Direktur Lampung Political Community (LPC) Lampung Triono menilai bahwa kotak kosong seringkali dianggap menguntungkan bagi pasangan calon tunggal, padahal sebenarnya ini mencerminkan kemunduran dalam proses demokrasi.
“Fenomena melawan kotak kosong ini tidak baik dalam proses demokrasi kita dan menjadi hal yang tidak ideal, padahal salah satu prinsip demokrasi adalah adanya pertarungan gagasan antar kandidat, lebih dari itu melawan kotak kosong membuat masyarakat tidak diberikan pilihan lain dengan memunculkan calon-calon kandidat lainnya.” ucapnya, Kamis, 5 September 2024.
Triono yang juga Sekretaris Asosiasi Ilmu Politik (AIPI) Lampung menyatakan bahwa Pilkada Serentak 2024 yang akan digelar 27 November 2024 mendatang menunjukan fenomena melawan kotak kosong terulang kembali seperti tahun-tahun sebelumnya, sebab hal ini diakomodasi dalam UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.
Pasal 54C Ayat 1 memungkinkan pasangan tunggal melawan kotak kosong dilaksanakan bila setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat satu pasangan calon yang mendaftar dan berdasar hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat.
Menurut Triono, jika mengacu pada UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, pasangan calon tunggal bisa dinyatakan menang kalau memperoleh suara sah lebih dari 50 persen.
Jika tidak tercapai, maka kotak kosong lah yang menang dan UU Pilkada mengamanatkan pemilihan suara ulang kalau kotak kosong yang menang.
Proses di ulangnya tahapan pilkada yang dijadwalkan setelahnya dan dimasa proses tersebut kepala daerah akan dipimpin oleh seorang penjabat sementara (pj).
Sebagai Pengamat Politik, Triono mengatakan Pilkada Serentak 2024 kali ini akan menjadi pemilihan dengan jumlah kotak kosong terbanyak sepanjang sejarah demokrasi di Indonesia.
Kotak kosong tetaplah sebuah pilihan politik bagi masyarakat, namun perlu di ingat ini bukan pilihan yang ideal bagi demokrasi di Indonesia, fenomena banyaknya lawan kotak kosong dalam Pilkada Serentak 2024 dikarenakan tren “koalisi gemuk” di banyak daerah di Indonesia dimana satu paslon diusung oleh banyak partai parlemen dan non parlemen.
“Menurut saya ini kemunduran demokrasi karena kompetisi dan konstelasi politiknya dihilangkan, dalam Pilkada Serentak ini seyogyanya masyarakat bisa melihat adu gagasan antar calon, namun karena tidak ada lawan menjadi terasa hambar dan membuat perhelatan pilkada hanya akan menjadi semacam “formalitas” bagi masyarakat, dan ini tidak sehat bagi iklim demokrasi kita," tuturnya
Menurut Triono, Fenomena Kotak Kosong muncul ketika hanya ada satu pasangan calon kepala daerah yang maju dalam Pilkada atau Pemilu.
Hal ini bukan berarti kotak suara yang kosong. Namun di dalam surat suara, pemilih dapat memilih opsi ini apabila tidak ingin memilih satu-satunya pasangan calon yang maju.
Dengan demikian, daerah yang memiliki satu pasangan calon pun dapat tetap mengikuti pilkada serentak.
"Jadi di surat suara itu bukan berarti hanya ada satu pasangan calon itu saja, tapi harus ada kotak kosong itu sebagai alternatif suara bagi pemilih, dan memilih kotak kosong ini tetap merupakan hak para pemilih yang merasa tak cocok dengan paslon yang disodorkan oleh partai politik. Memilih kotak kosong berbeda dengan golput. Ketika memilih kotak kosong, surat suaranya akan tetap dihitung sebagai surat suara yang sah. Jadi pilihan tersebut tetap akan mempengaruhi hasil pemilu,” tuturnya.
Ditambahkan Triono fenomena kotak kosong ini akan berujung pada pemerintahan tanpa oposisi sehingga tidak ada check and balances dalam kekuasaan pemerintahan.
Padahal check and balances ini penting karena memiliki tujuan untuk tiga hal: mencegah konsentrasi kekuasaan, menjamin akuntabilitas dalam pelayanan publik, dan melindungi hak-hak individu. Lembaga legislatif akan dikuasai oleh koalisi kepala daerah terpilih, dan ini dikhawatirkan fungsi kontrol dalam pemerintahan tidak berjalan ideal.
“Dalam kondisi seperti ini, harapan terakhir agar adanya check and balances dalam kekuasaan adalah adanya kontrol dan partisipasi aktif dari masyarakat dan civil society. Era digitalisasi saat ini bisa dijadikan sebagai sarana rakyat untuk memberikan kontrol, kritik, dan masukan terhadap kebijakan-kebijakan publik yang dibuat oleh pemegang kekuasaan baik di pusat maupun daerah,” tutupnya. (Jupri)
Comments (0)
There are no comments yet