
Clickinfo.co.id - Puasa dengan menjaga lisan sama dengan perisai diri.
Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu, Rasulullah SAW bersabda “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa, maka janganlah ia berlaku keji (berkata kotor) dan jangan membodohkan diri, jika ada seseorang mengumpatmu atau memerangimu, maka katakanlah saya sedang berpuasa” (HR. Bukhori dan Muslim).
Hadis ini menjelaskan bahwa orang yang berpuasa, dianjurkan untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan tercela, seperti perkataan kotor, tindakan keji dan perilaku yang tidak berguna.
Bagi orang yang berpuasa melakukan hal-hal tercela, maka pahala puasanya tidak bernilai.
Dalam hadis yang lain dikatakan “banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali mendapatkan lapar dan haus saja”.
Secara umum hadist diatas menganjurkan kepada orang yang berpuasa untuk menjaga lisannya dari perkataan keji yang dapat menimbulkan keburukan dan kemarahan orang lain, seperti berkata bohong, memfitnah, mengghibah dan perkataan sia-sia lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, tentu saja dalam berkomunikasi dengan orang, kita dituntut untuk menjaga perkataan kita.
Dengan cara bicara sopan, santun dan yang lebih penting adalah isi pembicaraan yang syarat dengan makna yang akan memberikan kesejukan dan kedamaian kepada orang lain.
Namun sebaliknya, jika kita tidak mampu menjaga lisan dari perkataan kotor, maka hal ini akan menjadikan hati orang terluka, tersinggung dan akan menimbulkan amarah dan dendam yang membara.
Jika ini terjadi, bukan tidak mungkin persoalan yang lebih besar pun dapat saja terjadi seperti perkelahian, tawuran antar kampung dan permusuhan yang terus menerus.
Pepatah lama mengatakan “Mulutmu adalah Harimau-mu”, arti nya dari mulut inilah segala sesuatu akan terjadi pada diri kita dan diri orang lain.
Karena mulut, hati orang akan terluka, karena mulut orang akan kecewa, karena mulut orang akan marah, tersinggung, berkelahi bahkan dari mulut akan menimbulkan peperangan dan bencana yang dahsyat.
Mungkin kita menganggap, apa yang kita ungkapkan adalah hal sepele atau sebatas sendau gurau, akan tetapi bagi orang lain hal itu bisa saja menjadi sesuatu yang serius, yang dapat menyinggung perasaannya.
Dalam ajaran Islam, orang yang tidak dapat menjaga lisannya seperti menggunjing, mengghibah dan memfitnah disamping membuat orang lain benci dan menimbulkan permusuhan.
Maka kerugian yang lebih besar adalah ketika berada di pengadilan akhirat kelak.
Orang-orang seperti ini akan dikelompokan sebagai orang yang bangkrut.
Sebagaimana yang digambarkan Rasulullah SAW tentang kerugian bagi orang yang senantiasa menggunjing, memfitnah dan membuka aib orang.
Dikisahkan bahwa Rasul bertanya kepada para sahabatnya, tahukah kalian orang yang bangkrut?
Rasul sendiri yang menjawabnya : “orang yang bangkrut adalah orang yang ibadahnya (sholatnya, puasanya, zakatnya dll) bagus, akan tetapi dia tidak dapat meninggalkan perkataan kotor (menggunjing dan memfitnah) orang lain.
Orang-orang inilah di pengadilan akhirat nanti menjadi orang yang bangkrut.
Oleh karena pahala amal ibadahnya selama di dunia akan di berikan kepada orang-orang yang di gunjingi dan di fitnahnya.
Apabila pahalanya telah habis, maka dosa dan keburukan orang yang di gunjingnya akan ditanggung oleh dirinya. Inilah yang di sebut dengan orang bangkrut.
Di Dalam Al Quran pun sangatlah jelas di gambarkan bahwa orang yang buruk sangka dan sering menggunjing serta iri terhadap orang lain, adalah seperti orang-orang yang memakan bangkai saudaranya yang sudah mati. (QS Al Hujurat : 12).
Untuk itu dibulan Ramadan yang penuh keberkahan ini sudah sepatutnya kita menjaga diri, menjaga mulut dan lisan kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia.
Termasuk juga menjaga jari-jari kita untuk tidak mengetik dan memposting hal-hal yang berbau fitnah, ujaran kebencian dan sebagainya.
Selain hal itu perbuatan buruk, juga akan menggugurkan nilai pahala puasa yang kita kerjakan, dan sebaliknya sedapat mungkin kita mengisi ramadan ini dengan berbagai kegiatan yang positiif yang justru mendatangkan pahala yang berlipat ganda dan akan membawa kita pada kebahagian yang hakiki.
Dengan demikian pilihannya tergantung pada kita, Apakah kita mau menggunakan lisan kita pada jalan kebaikan (berkata yang baik) yang akan memberikan pahala dan kebahagiaan kepada diri kita dan diri orang lain.
Ataukah kita memilih menggunakan lisan kita pada jalan keburukan (berkata kotor) yang akan mendapatkan kebencian dari orang lain dan murka dari Allah.
Oleh karena itu patut kita renungkan apa yang ungkapkan oleh Nabi Muhammad saw dalam sabdanya “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik-baik saja atau engkau diam saja” Wallahualam. (Novis)
Oleh Drs H Makmur, M.Ag.
Kepala Kemenag Kota Bandarlampung
Comments (0)
There are no comments yet