
Clickinfo.co.id – Warga Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, terus menyuarakan aspirasi mereka untuk mendapatkan kembali lahan fasilitas umum (fasum) berupa lapangan bola dan tanah pemakaman yang saat ini dikuasai oleh Hak Guna Bangunan (HGB) PT. BTS, anak perusahaan CV. Bumi Waras (BW).
Komisi I DPRD Lampung menyatakan siap memfasilitasi penyelesaian konflik agraria ini.
Ketua Komisi I DPRD Lampung, Garinca Reza Pahlevi, mengungkapkan dukungannya setelah menggelar pertemuan dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama Desa Way Huwi pada Selasa, 10 Juni 2025.
"Kami akan memberikan dukungan politik untuk menyelesaikan konflik lahan yang dikuasai HGB oleh PT. BTS, anak perusahaan CV. Bumi Waras (BW), dengan meminta agar melepaskan lahan lapangan bola dan tanah pemakaman umum untuk digunakan sebagai fasilitas umum (Fasum) masyarakat Desa Way Huwi," tegas Grinca.
HIrjen Pol. (Purn) Drs. H. Ike Edwin, SH., MH., MM., mantan Kapolda Lampung sekaligus Tokoh Adat Lampung, menjelaskan sejarah panjang kepemilikan tanah tersebut.
Menurutnya, tanah tersebut merupakan tanah adat Kedamaian yang telah dihuni masyarakat transmigran dari Pulau Jawa sejak tahun 1939.
Pada era 1970-an, lahan tersebut secara resmi diajukan oleh pemerintah desa untuk dijadikan lapangan sepak bola dan pemakaman, tanpa ada masalah.
Namun, pada tahun 1996, CV. Bumi Waras secara tiba-tiba mengajukan izin HGB dan memagari tanah tersebut. Kejanggalan muncul karena peta Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak mencantumkan keberadaan lapangan dan makam yang sudah ada.
Ironisnya, pada tahun yang sama, izin HGB diterbitkan sebanyak tiga kali untuk area seluas 350 hektare, memicu pertanyaan besar di kalangan masyarakat.
Ike Edwin menekankan bahwa seharusnya pihak PT. BTS Group BW sebagai pemegang HGB lebih mengutamakan kepentingan masyarakat umum.
"Ada cara-cara lebih baik dalam menyelesaikan konflik lahan tersebut, jangan menggunakan hukum negara. Terdapat persoalan dapat diselesaikan dengan hukum adat, salah satunya Restorative Justice yang menganut hukum adat menyelesaikan masalah dengan musyawarah," ungkapnya.
Saat tim media menelusuri lokasi HGB PT. BTS, ditemukan beberapa warga yang melakukan pengepul barang bekas di sekitar area tersebut. Ketua RT 04, Pak Adel, mengatakan bahwa Desa Way Huwi tidak memiliki lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, sehingga mereka terpaksa menggunakan lokasi sekitar tanah sengketa, meski awalnya di depan Kantor TVRI.
Adel juga mengeluhkan minimnya fasilitas umum dan fasilitas sosial di Way Huwi.
"Sudah dua kali lebaran kami numpang di halaman stasiun TV milik negara yang berdekatan dengan tanah tersebut," tambahnya.
Warga lain, Aat, membenarkan bahwa lahan yang kini dipegang HGB tersebut terbengkalai dan tidak terawat.
"Lahan tersebut saat ini bongkor (tidak terawat) tidak sehingga tidak banyak manfaatnya. Jika ini diserahkan masyarakat, banyak manfaatnya daripada mudaratnya, dan warga tidak memutar dengan akses cepat," terang Aat pada Minggu, 22 Juni 2025.
Masyarakat Way Huwi sangat berharap pemerintah dan PT. BTS Group dapat memberikan solusi konkret. Mereka menginginkan lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk fasilitas umum, ruang terbuka hijau, fasilitas sosial, dan bahkan pembangunan kantor desa yang saat ini kondisinya memprihatinkan. (Novis)
Comments (0)
There are no comments yet