
Clickinfo.co.id - Transformasi agoritma sebagai emergency exit.
Setiap kita tentu mengalami banyak perubahan dalam kehidupan baik yang sifatnya materiil maupun immateriil baik yang konkret maupun abstrak.
Salah satu contoh perubahan yang paling dekat dan pasti dengan kehidupan manusia adalah kehilangan (lost) yaitu keadaan dimana individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Begitu penuturan Potter & Perry Seorang Penulis Buku Ajar Keperawatan.
Sehingga keadaan tersebut menuntut manusia untuk bertransformasi dari satu keadaan kepada keadaan yang lain seperti; (keberadaan dengan kekurangan, kedatangan dengan kepergian, kepemilikan dengan keterbatasan dan kehidupan dengan kematian).
Teori Perubahan
Pergantian/perubahan keadaan psikologis manusia merupakan hal yang paling dominan dirasakan dalam keseharian sehingga perubahan adalah proses yang wajar dan alamiah.
Jadi, segala sesuatu yang ada di dunia ini akan selalu berubah.
Perubahan akan mencakup suatu sistem sosial dalam bentuk organisasi sosial yang ada di masyarakat maupun sosiokultural dari setiap individu yang tidak dapat dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan.
Kita mengenal adanya teori perubahan sosial yang merupakan suatu keadaan variasi dari cara hidup yang diterima, akibat adanya perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat, bisa yang sifatnya umum maupun privat, yang mengharuskan kita bertransformasi sebagai individu (personal) atau golongan masyarakat tertentu (kolektif) untuk terus adaptif dengan segala iklim perubahan.
Dalam Theory of Change (ToC) dikenal dengan sebuah realita eksplorasi sistematis yang menjelaskan secara komprehensif tentang bagaimana sebuah perubahan yang diinginkan terjadi atas suatu kondisi tertentu serta dituntut untuk dapat menerima hadirnya algoritma baru dalam personal perorangan maupun rutinitas sosial.
Perubahan adalah kata jadian dari kata dasar “rubah” yang artinya hal keadaan berubah; peralihan; pertukaran sosial perubahan dan berbagai lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosial masyarakat termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, pola, perilaku di antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Untuk menunjukkan makna perubahan, Al-Qur’an menggunakan term “khayyara-yughayyiru-taghyyiran” yang artinya berkisar antara merubah, mengganti dan menukar.
Ibnu Faris seorang pakar linguistik dalam karyanya Mu’jam Maqâyîs al-Lughah mengartikan kata ini dengan dua makna yakni pertama, shalāhun (perbaikan), Islhāh (damai), manfaat (kegunaan); Kedua, adalah perbedaan antara atas sesuatu (ikhtilāf ala syayaini).
Dalam Al-Qur’an, terminologi ini diulang sebanyak 7 (tujuh) kali yakni dalam lima surah dalam Al-Qur’an.
Dari beberapa sampel ayat Al-Qur’an dipahami bahwa perubahan baru dapat terlaksana bila dipenuhi dua syarat; (a) adanya nilai atau ide; dan (b) adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut.
Bagi umat Islam, syarat pertama telah diambil-alih sendiri oleh Allah SWT melalui petunjuk-petunjuk Al-Qur’an serta penjelasan-penjelasan Rasul SAW, walaupun sifatnya masih umum dan memerlukan penafsiran dari manusia. Adapun para pelakunya, mereka adalah manusia-manusia yang hidup dalam suatu tempat dan yang selalu terikat dengan problematika tertentu.
Transformasi atau Perubahan
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 155 misalnya semua problem, persoalan dan ujian yang syarat akan keharusan manusia untuk dapat bertransformasi dari satu keadaan kepada keadaan lain yang lebih sukar dari sebelumnya.
Dari yang semula kenyang akan diberi persoalan lapar, dari yang semula keberanian akan dihadapkan dengan persoalan ketakutan, kehidupan yang makmur akan dihadapkan dengan persoalan paceklik (kekurangan buah-buahan sumber daya alam lain) termasuk kehidupan (keberadaan) akan dihadapkan dengan kematian & kehilangan (kekurangan jiwa). Yang seluruhnya hanya menuntut pada suatu keadaan yaitu melakukan Transformasi dalam kehidupan.
Dengan demikian apakah proses terjadinya transformasi itu datang dengan sendirinya atau diciptakan oleh kerangka berpikir manusia itu sendiri sehingga dapat menimbulkan algoritma baru.
Transformasi Algoritma
Algoritma berasal dari kata algoris dan ritmis yang pertama kali diperkenalkan oleh Abu Ja'far Muhammad Ibn Musa Al Khwarizmi, pada 825 M di dalam Maha Karyanya Al-Jabar; Adapun salah satu ciri-ciri dari algoritma antara lain harus memiliki input (masukan), output (keluaran), serta terbatas dalam jumlah langkah-langkah.
Algoritma juga dapat dievaluasi berdasarkan kompleksitasnya, efisiensi dalam menyelesaikan masalah, serta kemampuannya dalam menangani data yang besar.
Dengan kata lain algoritma menunjukkan pada suatu dasar keadaan, kebiasaan dan keadaan diri yang sedang dialami.
Emergency Exit
Kemudian pada Ayat 156 dari Al-Qur’an Surat Al-Baqarah yang penulis singgung di atas menjelaskan tentang hal paling prinsip di dalam menerima suatu keadaan hal yang sangat sukar dan tidak dikehendaki. Dengan kalimat Istirja’ yang termaktub pada ayat tersebut (Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un) “Kami hanya milik Allah dan Kami hanya kepada-Nya lah kami kembali”.
pada penyebutannya; (Alladzina idza ashobathum mushibatun Qolu Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un) “Bagi orang-orang yang apabila ditimpa musibah atau hal yang tidak dikehendaki maka ia berkata kami ini hanyalah milik Allah dan hanya kepada-Nya lah kami kembali”.
Dalam ayat tersebut ada kata “musibah” yang secara umum berarti seluruh hal yang tidak disukai tidak dikehendaki serta tidak diinginkan kehadirannya oleh setia manusia namun mesti diterima dengan segala berat hati.
Pada keadaan seperti inilah manusia memerlukan “Emergency Exit” sebagai Jalan Keluar Darurat dari satu keadaan kepada keadaan yang lain yang mengharuskan perubahan atau transformasi secara total.
Pada pola penerapan kalimat (Istirja’) tersebut memang tidaklah mudah untuk dapat dimaknai secara batiniyah serta penerapannya dalam keadaan penuh keengganan.
Bahwa sungguhpun demikian, jika term istirja’ tersebut tidak dimaknai secara batiniyah dan utuh ia hanya sebagai lipstik semata yang muncul dalam keadaan berduka.
Bahwa segalanya saja datang dan bersumber dari Allah SWT sebagai yang mengaruniakan segala hal dalam kehidupan yang fana ini. Kalau pun sekarang Allah SWT mau mengambilnya kembali mengapa kita berbesar hati atas perubahan yang terjadi?
Tentu sangat wajar dan manusiawi apabila manusia sangat sulit berhadapan dengan keadaan tersebut namun jika hal tersebut tidak dimaknai secara utuh manusia hanya akan mengutuk keadaan dan tidak dapat menerima kenyataan yang telah ditetapkan, jika tidak mendapatkan keadaan yang diinginkan manusia hanya akan kehilangan dirinya sendiri.
Mari menyadari jika dahulu kita terlahir ke dunia tanpa sesuatu apa pun, lantas jika sekarang kita harus kehilangan sesuatu tersebut mengapa kita tidak pernah berpikir dan mengembalikannya pada kalimat “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”?
Bahwa segalanya saja datangnya dari Allah dan segalanya saja kembalinya hanya kepada Allah.. Sang Pemiliknya. Bahwa dahulu pun kita diciptakan tanpa sesuatu yang hilang atau berubah itu, jika sekarang dengan segala berat hati kita harus kehilangan sesuatu maka sudah selayaknya kita mengembalikan segala urusan dan sesuatunya kepada Sang Pemilik Halikinya.
Transformasi Algoritma Sebagai Emergency Exit
Sebagai seorang Muslim yang baik, tentu idealnya kita tidak ingin dihadapkan pada keadaan tertentu yang sangat tidak kita sukai.
Namun kita juga tidak bisa menolak kehadirannya jika sudah sampai pada masanya untuk merelakan dan meridhoi atas ketetapan-Nya.
Jadi, Transformasi Algoritma merupakan Keadaan yang menuntut kita harus berubah dari satu kebiasaan kepada kebiasaan lain, dari satu rutinitas kepada rutinitas lain yang lebih baik, dari satu ketetapan kepada ketetapan lain yang tentunya baik bagi Allah SWT untuk kita selaku hamba-Nya.
Dengan maknanya secara total (kaaffah) kita tentu dapat menetralisir segala hal yang dirasa berat & terjal sehingga menjadi suatu “Emergency Exit” jalan keluar darurat saat kita sedang merasa tidak berdaya dalam menghadapi persoalan dalam puncak segala keterbatasan kita melakukan Transformasi (Perubahan) atas diri dan kehidupan kita, yang akan melahirkan Line Algoritma baru, kondisi keadaan yang baru serta keadaan kejiwaan yang penuh keridhoan diiringi penerimaan atas realitas yang berat ditopang keikhlasan lapang dada dengan banyak melakukan adaptasi dan penyesuaian baik secara personal maupun dalam kehidupan sosial.
Oleh : M Edward Rinaldo, S.H.
Sekretaris Umum Pengurus Wilayah PRIMA DMI Provinsi Lampung
Comments (0)
There are no comments yet