
Clickinfo.co.id - Sengketa tanah Sidosari Natar LSM Pelita tantang netralitas pengadilan.
Konflik tanah di Sidosari, Natar, Lampung Selatan, antara Mas Kamdani yang diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Pelindung Tanah Air (LSM Pelita) dan PTPN 7 Unit Repa Rejosari masih belum menemukan titik terang.
Sengketa ini melibatkan klaim atas lahan di Desa Natar Tanjung Rejo 2, meski telah dilakukan sidang lapangan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri Kalianda.
Dalam konferensi pers yang diadakan, LSM Pelita yang dipimpin oleh Misran SR, bersama kuasa hukum Agung Fatahillah, SH., menuntut keadilan dari Pengadilan Negeri Kalianda dan Kepolisian Resort Lampung Selatan agar tetap netral dalam menangani kasus ini.
“Terkait surat penetapan tersangka dari kepolisian tertanggal 8 Mei 2024, kami menduga ada kepentingan PTPN 7 yang mengesampingkan hak-hak masyarakat,” ujar Agung Fatahillah, Selasa, 21 Mei 2024.
Misran dan timnya telah menempuh jalur perdata dengan dua gugatan berbeda: Perkara Nomor 02/Pdt.G/2022/PN Kalianda tanggal 27 Juni 2022 dan Perkara Nomor 69/Pdt/2022/PT Tanjung Karang tanggal 30 Agustus 2022.
Serta Putusan Kasasi Nomor 4354K/Pdt/2023 yang diputuskan pada 18 Desember 2023.
Putusan tersebut memenangkan kasasi Mas Kamdani dan membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang yang sebelumnya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kalianda.
Namun, penetapan tersangka terhadap Misran dan rekan-rekannya oleh Polres Lampung Selatan tetap dilakukan, meski perkara Nomor 45 masih berjalan di Mahkamah Agung.
“Kami telah memproses masalah ini secara perdata dengan dua gugatan berbeda. Namun dalam surat panggilan penetapan tersangka, disebutkan locus delicti yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam gugatan Nomor 45,” jelas Agung Fatahillah.
LSM Pelita bersama kuasa hukumnya memperjuangkan keadilan untuk sekitar 175 orang dan 150 unit rumah di lahan seluas kurang lebih 150 hektar di Desa Pelita Jaya.
Misran SR, Ketua LSM Pelita, menyatakan bahwa mereka akan terus memperjuangkan hak-hak ahli waris hingga ada kepastian hukum.
“Jika melihat fakta dan bukti yang ada, seharusnya kami sudah menang sejak di Pengadilan Negeri.
"Namun pengadilan tidak mempertimbangkan bukti-bukti kami. PTPN 7 mengklaim bahwa tanah ini telah diganti rugi pada tahun 1974, tapi kami tidak pernah menerima atau melihat buktinya,” ungkap Misran.
Ia juga mengungkapkan bahwa saat sidang di pengadilan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak bisa menunjukkan peta di HGU Nomor 16 Tahun 1997, sehingga menimbulkan pertanyaan besar mengenai keberadaan sertifikat tersebut.
“Dalam sidang, pertanyaan kami tentang peta tidak menjadi bahan pertimbangan. Kami tetap dikalahkan. Kami berharap hukum dapat ditegakkan dengan benar, karena jika tidak, yang kuatlah yang akan menang,” tambahnya.
Dalam perkembangan terbaru, LSM Pelita menerima keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan kasasi Mas Kamdani sebagai pemilik lahan seluas 75 hektar dari 150 hektar di Desa Natar Tanjung Rejo 2. Sisanya masih dalam proses.
Misran juga berharap agar Presiden Joko Widodo serius menangani persoalan tanah, mengembalikan tanah yang seharusnya milik masyarakat.
“Kami berharap pemerintah tegas, sesuai janji Presiden, tanah yang dikuasai perusahaan harus dikembalikan ke masyarakat jika memang milik masyarakat,” pungkasnya. (Romi)
Comments (0)
There are no comments yet