Salam Apoteker! Ikatan Apoteker Indonesia Bandarlampung: Sahkan RUU Kefarmasian!

Salam Apoteker! Ikatan Apoteker Indonesia Bandarlampung: Sahkan RUU Kefarmasian!
Ket Gambar : Ilustrasi logo PC Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Bandarlampung. | dok/Muzzamil

Clickinfo.co.id, BANDARLAMPUNG - Spirit pemajuan dan pemuliaan perikehidupan kefarmasian sebagai bagian pilar utama sistem kesehatan nasional, di dalamnya termasuk jaminan pelindungan pengampu profesi, perlindungan hukum pelaksanaan tugas pokok dan fungsi profesi, serta daya dukung kehadiran negara melingkupi semua penatalaksanaannya, turut membara dalam senyum ceria sarjana farmasi dan praktisi pengampu profesi apoteker di Bumi Ragom Gawi Kota Bandarlampung, seperti yang tercermin pada Minggu 5 Maret 2023.

Saat sedikitnya 512 apoteker tergabung Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Cabang Kota Bandarlampung, bagian rumah besar asosiasi profesi bidang kesehatan sektor kefarmasian skala nasional kelahiran 18 Juni 1955, telah eksis di 34 provinsi se-Indonesia ini, berkumpul serius membulatkan tekad, dukungan, harapan, permintaan, aspirasi agar draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kefarmasian segera disahkan DPR RI.

Pekik aspirasi mereka, yang entah mengapa masih saja dianggap sebagian masyarakat, sebatas sebagai penjaga apotek belaka, itu, diteriakkan perlahan nun serius dalam taja Seminar Nasional "Dukungan IAI Terhadap Rancangan UU Kefarmasian", tangkai helat Konferensi Cabang (Konfercab) ke-3 IAI Cabang Kota Bandarlampung di Novotel Lampung Hotel, Jl Gatot Subroto 136, Sukaraja, Kecamatan Bumi Waras, Bandarlampung, hari Minggu itu.

Sebagai gambaran pentingnya, hingga mereka membara pekikkan 'Sahkan RUU Kefarmasian Sekarang Juga!', tak lain ulah RUU ini jadi dasar hukum proses pelayanan, praktik kefarmasian, pendidikan farmasi, profesi apoteker, produk kefarmasian, serta anjuran yang dibolehkan dan larangan dalam praktik kefarmasian di Indonesia.

Yang secara konstitusionalitas, payung hukumnya masih longgar menggantung,  hanya diatur itu pun hanya dalam satu pasal UU 36/2009 tentang Kesehatan.

Dan secara derivatif hanya mengacu pada satu hirarki perundang-undangan tertinggi pengatur praktik kefarmasian: Peraturan Pemerintah (PP) 51/2009, yang menjelaskan seputar pekerjaan kefarmasian.

Meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran, pengelolaan, dan pelayanan obat atau resep dokter, pelayanan informasi serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.

Sejak kali pertama dimunculkan draf dan naskah akademiknya pada tahun 2015 lalu, terhitung 8 tahun sudah RUU ini terkatung. Sudah tak kurang-kurang upaya demi upaya apoteker Indonesia, elemen kesehatan, dan masyarakat sipil, mendorong kesegeraan Pemerintah Indonesia dan DPR melegalisasi RUU Kefarmasian ini. Pun, hingga detik ini.

Apoteker Indonesia telah tiba pada gerbang kesimpulan, dibutuhkannya payung hukum lebih tinggi setingkat UU, UU Kefarmasian.

Itu pula yang digaungkan Ketua Pengurus Cabang (PC) IAI Kota Bandarlampung Apt. Yetri Darnas, S.Si, dalam forum konsolidasi organisasi tertinggi tingkat kabupaten/kota empat tahun sekali itu. Saat ini, ujar Yetri, apoteker Indonesia butuh kepastian dan perlindungan hukum pelaksanaan tugasnya.

"Dalam Konfercab ini kami juga memberikan dukungan terhadap RUU Kefarmasian agar segera disahkan. Dengan disahkan RUU ini akan menjadi perlindungan hukum bagi apoteker dalam melaksanakan praktek kefarmasian, juga bagi masyarakat sebagai penerima pelayanan kefarmasian," besut ia.

Yetri menegaskan, dengan adanya UU itu, dua pihak akan lebih terjamin perlindungan hukum, misal apoteker dalam pemberian obat dan masyarakat bila ada kesalahan pemberian obat, apoteker juga bisa lebih bertanggung jawab dalam pemberian obat.

Seperti diketahui, kompleksitas tantangan praktik kefarmasian kedepan menuntut profesionalisme dan kompetensi bidang dari apoteker dengan seutuh-utuhnya.

Sebagai profesi penting dalam dunia medis dan farmasi, yang bertanggung jawab dan berkewenangan meramu obat yang tepat bagi pasien, ditengah keadaan lapangan belum banyak yang menyadari arti penting keberadaan apoteker di dunia farmasi ini.

Wajar bila kemudian banyak yang berharap eksistensi profesi apoteker harus terus ditingkatkan kuantitasnya terkait rasio berbanding populasi penduduk, kualitasnya sejak dari cangkang ekstrem jenjang dini pendidikan menengah/pendidikan vokasi, agar apoteker diakui kompetensi dan profesionalitasnya oleh, hadir dengan kepercayaan diri tinggi ditengah, dan dapat diterima sejajar dengan profesi lainnya oleh: masyarakat.

Sekadar informasi penyelia, jadi menarik apa yang disampaikan oleh Plh. Sekda Kota Tegal, Jawa Tengah cum Kadis Kesehatan setempat Dr. dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK., M.M., M.H, pada konfercab-seminar nasional senada di kotanya, hari yang sama.

Ia mengemukakan, pelayanan kefarmasian kini telah mengalami pergeseran orientasi. Bergeser orientasinya, dari obat ke pasien, mengacu pada pelayanan kefarmasian.

Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula cuma berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi, terang Doktor Sri, kini jadi pelayanan komprehensif bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Sebagai konsekuensi perubahan orientasi itu, tidak bisa tidak apoteker dituntut mesti meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien, apalagi kini di era Society 5.0 yang berbasis human center oriented, bertujuan memudahkan kebutuhan manusia dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan berbasis teknologi modern nun tetap dengan mengandalkan manusia selaku komponen utama.

"Semakin tingginya tuntutan masyarakat, dan semakin berkembangnya pelayanan yang diberikan, menuntut apoteker harus mampu memenuhi keinginan dan tuntutan masyarakat yang beragam," simpul Dr Sri.

Sisi lain, tak kalah penting yakni titik berat pemahaman apoteker terhadap dinamisasi tantangan praktik kefarmasian kedepan agar tetap senantiasa adaptif-responsif terhadap perkembangan kefarmasian yang ada, soal dinamika hukum yang kini dan yang akan berlaku, mau pun soal dinamika teknologi kefarmasian, industri kesehatan termasuk industri farmasi, berikut dengan peningkatan pelayanan kefarmasian berbasis pemanfaatan teknologi terkini.

Ihwal Konfercab III PC IAI Bandarlampung, digelar dan diikuti semua anggota Cabang setempat guna salurkan aspirasi memilih ketua baru periode 2022-2026. Anggota IAI Cabang setempat berhak yang sama untuk mencalonkan diri, dan untuk dicalonkan oleh minimal tiga anggota sejawat, sebagai bakal calon ketuanya.

Pengingat, Ketua PC IAI Bandarlampung 2018-2022 Yetri Darnas, produk Konfercab II dan Seminar “Mengenal Lebih Dekat Vaksin dan Imunisasi” di Emersia Hotel and Resort, Jl Wolter Monginsidi 70, Telukbetung Utara Bandarlampung, 1 Desember 2018.

Sedang ketua terdahulu periode 2014-2018 Apt Niniek Ambarwati, SSi. tak mencalonkan diri sebab telah jadi dan ingin fokus selaku Ketua Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) Lampung 2018-2022.

Dari empat pendaftar balon ketua, yakni Apt. Evy Yanti, S.Si; Apt. Indra Gunawan, M.Sc.; Apt. Nopiyansyah, S.Si, M.Pharm; dan pejawat Apt. Yetri Darnas, S.Si., nama terakhir yang terpilih.

Yetri dan kabinetnyi dilantik Ketua Pengurus Daerah (PD) IAI Lampung, Apt. Ardiyansyah Kahuripan, S.Si; bareng PC IAI se-Lampung, Seminat, Indonesian Young Pharmacists Group (IYPG), meliputi PC Lampung Selatan; PC Pringsewu dan Pesawaran; PC Tanggamus; PC Lampung Barat dan Pesisir Barat; PC Lampung Tengah; PC Metro; PC Lampung Timur; PC Lampung Utara; PC Way Kanan; PC Mesuji, Tulang Bawang, dan Tulang Bawang Barat.

Serta, pengurus tingkat Provinsi Lampung, lima organisasi profesi dibawah koordinasi atau bagian integral IAI, yakni Himpunan Seminat Farmasi Distribusi (Hisfardis), yang beranggotakan apoteker yang bekerja di Pedagang Besar Farmasi atau distributor obat dan alkes; Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit Indonesia (Hisfarsi), satu-satunya organ apoteker seminat farmasi RS; Himpunan Apoteker Seminat Kosmetik (Hiaskos); yang beranggotakan apoteker yang bekerja di puskesmas, Himpunan Seminat Farmasi Kesehatan Masyarakat (Hisfarkesmas); dan yang beranggotakan apoteker yang bekerja di apotek, Himpunan Seminat Farmasi Masyarakat (Hisfarma).

Pada pelantikan plus Seminar Nasional “Legal Aspec Pharmacist In Digital Era”, diikuti 400an apoteker se-Lampung, dibuka Walikota Bandarlampung saat itu Herman HN, di Hotel Nusantara, Jl Soekarno-Hatta 50, Sukabumi Indah, Kecamatan Sukabumi, Bandarlampung, 21 April 2019.

Jika Pengurus Pusat (PP) IAI, kini periode 2022-2026, berkantor di Jl Wijaya Kusuma Nomor 17, Tomang, Jakarta Barat, telepon 02156962581 faksimili 0215671800, email sekretariat@iai.id. Notabene, ialah produk Kongres Nasional XXI IAI, 28-30 Juni 2022, di Lampung! Tempatnya, juga di Novotel.

Dimana, berbeda dengan Rakernas 2020 dan 2021 yang digelar secara virtual, forum pemegang kekuasaan tertinggi memulai kaderisasi kepengurusan di tingkat pusat dengan memilih dan menetapkan ketuum 2022-2026 dan membahas usul perubahan AD/ART IAI ini, digelar tatap muka menyusul meredanya pandemi COVID-19 di Indonesia.

Diikuti 634 peserta latar PP IAI, utusan 34 PD IAI se-Indonesia, pengurus MEDAI pusat-daerah, Dewan Pengawas pusat-daerah, dan peninjau, sukses terlaksana atas kerja sama PP IAI dan PD IAI Lampung.

Penambah pengingat, saat itu saat masuki hari kedua pada Jumat (29/6/2022) dini hari, eks Sekjen PP IAI 2018-2022 Apt. Noffendri Roestam, SSi, terpilih sebagai Ketua Umum PP IAI 2022-2026 di sidang pleno Kongres.

Usai dibuka oleh Gubernur Lampung Arinal Djunaidi yang diwakili, dibacakan sambutan tertulisnya oleh Plh Sekdaprov Lampung saat itu Freddy SM dimana Gubernur Lampung berharap apoteker Indonesia terus meningkatkan pelayanan dan menjalin kerja sama antar unsur tenaga kesehatan.

Dilanjutkan pembahasan tata tertib kongres dan LPj Ketum PP IAI 2018-2022 Apt. Nurul Falah Eddy Pariang yang dinyatakan dapat diterima oleh seluruh peserta kongres dan laporan kegiatan MEDAI dan Dewas PP IAI.

Barulah 28 Juni 2022 malam, dimulai pleno pemilihan Ketum, Ketua MEDAI dan Dewas Pusat, diawali penjaringan bakal calon, lahir 4 nama: Ketum 2018-2022 Nurul Falah Eddy Pariang (6 suara), Sekjen 2018-2022 Noffendri Roestam (20 suara), Ketua PD IAI Jawa Timur Dr Apt. Abdul Raheem (4 suara), dan Kabid Advokasi PP IAI 2018-2022 Brigjen TNI Apt Drs Mufti Djusnir (4 suara).

Sesuai tatib keempatnya berhak maju ke proses pemungutan suara (raih lebih dari 3 suara, batas minimal dukungan caketum), dan kesediaan dicalonkan. Diluar dugaan, Nurul Fallah, Abdul Raheem, mundur.

Tersisa Noffendri Roestan dan Mufti Djusnir. Hasil pemungutan suara, pemilik hak suara: 34 PD, Ketum demisioner, Ketua MEDAI dan Ketua Dewas Pusat (37 suara), Noffendri unggul 31 suara, Mufti 5 suara dan 1 abstain.

Dengan proses yang sama, terpilih Ketua MEDAI Pusat yang baru, Prof Dr Apt Gemini Alam, M.Si., dan Ketua Dewas Pusat Dr Apt Chazali H Situmorang, M.Sc, CIRB.

Kabar teranyar, dikutip dari situs resmi, PP IAI bersurat nomor B2-025/PP.IAI/2226/I/2023 ke PD IAI se-Indonesia tanggal 10 Januari 2023 soal info Layanan Aktivasi per Januari 2023 telah memakai pembayaran virtual account (VA) via Bank Mandiri, BNI, BRI, BSI dan CIMB Niaga. Tata cara aktivasi akun SIAp via e-payment dapat diunduh di http://www.bit.ly/E-PaymentAktivasiSIAp.

Lalu, jika PD IAI Lampung yang diketuai Apt. Ardiyansyah Kahuripan, S.Si., M.H., dan berkantor di kompleks kampus Universitas Tulang Bawang (UTB), Jl Gajah Mada 34, Kelurahan Kotabaru, Tanjungkarang Timur, Bandarlampung, email lampung@iai.id.

Maka, PC IAI Kota Bandarlampung yang kini sekretariatnya di kompleks kantor Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Jl Dr Susilo 46 Pahoman Bandarlampung, secara lokus mau tak mau jadi barometer Lampung.

Satu contoh pemisalan, pada Rakerda dan Seminar Nasional PD IAI Lampung di Hotel Emersia Bandarlampung, 20 Januari 2018, PC IAI Bandarlampung raih penghargaan berian PD IAI Lampung, diserahkan Ketua PD IAI Lampung Ardiyansyah Kahuripan, diterima Ketua PC IAI Bandarlampung Niniek Ambarwati di hadapan peserta rakerda dan seminar. Dua kategori.

Yakni peraih predikat terbaik kategori Financial Award yang diberikan ke PC IAI yang telah mengelola keuangan termasuk iuran anggota dengan baik, dan predikat Excelent dalam penilaian kinerja PC IAI kategori Programme Award.

Sejarah IAI

Buka sejarah, Ikatan Apoteker Indonesia didirikan di Jakarta pada 18 Juni 1955, untuk jangka waktu tak ditentukan. Pada saat itu beberapa apoteker di ibu kota mulai merasa perlu adanya organisasi apoteker yang bisa memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan farmasi pada umumnya dan apoteker pada khususnya.

Dari keinginan sekaligus kebutuhan itu pada 20 April 1955 dibentuklah Panitia Persiapan  guna persiapkan laksanakan pembentukan perhimpunan apoteker skala nasional.

Anggota Panitia ini, E. Looho, Liem Tjae Ho (Wim Kalona), Kwee Hwat Djien, Ie Keng Heng, bertugas menyiapkan Rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), nama dan lambang organisasi, serta urgensi program untuk diajukan dalam Muktamar I.

Alhasil, Muktamar I Apoteker Indonesia digelar di Gedung Metropole (Megaria) Jakarta, 17-18 Juni 1955. Hasilnya, mengesahkan nama organisasi Ikatan Apoteker Indonesia disingkat IKA, mengesahkan lambang dan Anggaran Dasar, menetapkan urgensi program penyusunan daftar kebutuhan obat, mengatur distribusi obat, mempersiapkan industri farmasi, dan pemilihan anggota.

Dari lima nama pendiri: Ie Keng Heng, Yap Tjwan Bing, Wim Kalona, Zakaria Raib, dan HM Kamal, tiga nama masuk di Pengurus Besar pertama IKA, diketuai oleh E. Looho, didampingi sekretaris HM Kamal, bendahara Tio Tiang Hoey, dan 4 anggota: Yap Tjwan Bing, Liem Tjae Ho, Kho Han Yao, Zakaria Raib. Rumah HM Kamal di Jl Teuku Umar 66 Jakarta, jadi markas, sekretariat pertama.

Setahun berjalan, Muktamar II IKA digelar di gedung Dr R Soeharto, kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jl Dr GSSJ Ratulangi 29, RT/RW 2/3 Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, pada tahun 1956.

Hasilnya, mengesahkan Anggaran Rumah Tangga (tak sempat disahkan Muktamar I), memilih pengurus baru diketuai E. Looho, diperkuat Kamal/penulis, dua bendahara Tio Tiang Hoey dan Liem Oei Yam Djien, serta dua anggota Zakaria Raib dan Liem Tjae Ho. Sekretariat masih di rumah Kamal.

Selanjutnya, Muktamar III IKA di gedung Perhimpunan Ilmu Pengetahuan Alam, Jl Surapati Nomor 1 Kota Bandung, Jawa Barat, pada 31 Agustus-2 September 1957.

Hasilnya, pengesahan laporan tahunan 1956-1957 dan laporan keuangan, pembentukan panitia verifikasi, penetapan Muktamar IV 1958 di Jawa Tengah, memindahkan kantor sekretariat/redaksi Majalah Suara Farmasi dari Jakarta ke Bandung dipimpin Dr Poey Seng Bouw, serta menetapkan pengurus baru.

Yakni, ketua Zakaria Raib, wakil ketua Soemartojo, Agus Garmana (penulis), Liem Oey Jam Djien (bendahara), HM Kamal, Liem Tjae Ho dan Ruskanda (anggota). Sekretariat dipindah ke Jl Tebah III/25, Blok E Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Lalu Muktamar IV IKA Salatiga Jawa Tengah 1958, tak ada dokumen hasil keputusannya.

Berikut, Muktamar V IKA dan Lustrum I IKA dihelat di Cipayung, Bogor Jawa Barat, 19-22 Agustus 1960, menetapkan program kerja organisasi, pendidikan, produksi dan distribusi obat, UU Farmasi, Farmakope Indonesia dan penyebaran tenaga apoteker, menetapkan Muktamar VI di Jawa Timur.

Serta memilih pengurus baru, ketua Zakaria Raib, wakil ketua E. Looho, Purnomo Singgih (penulis), bendahara Tjoa Kian Kie, empat anggota: Goei Tjong Tik, Liem Tjae Ho, Sri Sugati Sjamsuhidajat, dan Surastomo Hadisumarno.

Selanjutnya, Muktamar VI di Murnayati, Lawang, Jawa Timur, 31 Agustus hingga 4 September 1961, mengesahkan AD/ART yang baru, menetapkan tempat Muktamar VII/Perayaan Windon I pada 1963 di Jawa Barat, memilih pengurus baru. Yaitu ketua Zakaria Raib, wakil ketua E Looho, Purnomo Singgih/penulis, bendahara Tjoa Kian Kie, dan Lim Tjae Ho (komisaris umum).

Kemudian Muktamar VII IKA di Jakarta pada 26 Februari 1965, punya arti khusus, tak lagi menggunakan sebutan Muktamar IKA dan diganti Kongres Nasional Sarjana Farmasi.

Kongres ini memutuskan hal penting, yakni mengubah nama, bentuk, sifat organisasi apoteker dari Ikatan Apoteker Indonesia (IKA) jadi Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) yang keanggotaannya terdiri Sarjana Farmasi Apoteker dan Non Apoteker.

Lalu, membentuk Korps Sarjana Farmasi menurut bidang masing-masing, yaitu Korps Sarjana Farmasi Produksi, Korps Sarjana Farmasi Distribusi, Korps Sarjana Farmasi Rumah Sakit, Korps Sarjana Farmasi ABRI (kini TNI), dan lainnya.

Tercatat, ISFI lantas menjadi satu-satunya organisasi profesi kefarmasian di Indonesia yang kemudian ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 41846/KMB/121 tanggal 16 September 1965.

Muktamar VII jua memilih Poernomo Singgih sebagai Ketum ISFI, yang beberapa bulan kemudian terjadi perubahan pengurusan. Dimana, dia digantikan Pj Ketum BPP ISFI, Heman (ketua sementara, tahun 1966).

Setali tiga uang, kesibukan pekerjaan lalu menyulitkan Heman curahkan perhatian penuh bagi organisasi, dan dia sementara diganti oleh Soerastomo Hadisoemarno yang menahkodai ISFI kurun 1966-1967, lalu diganti Soekaryo hingga dilaksanakannya Kongres Nasional VIII ISFI di Jakarta, 30 Oktober-3 November 1967.

Kongres Nasional VIII ini juga punya arti penting karena dilaksanakan di awal era kepemimpinan rezim Orde Baru. Banyak keputusan dan rekomendasi dihasilkan, antara lain dipilihnya Soekaryo, ketum baru.

Semenjak itu pula lewat beberapa kongres berkali-kali Soekaryo terpilih sebagai Ketum BPP ISFI, dan jabatan dipegangnya terus sampai berakhir 22 tahun kemudian, pada 1989. Soekaryo, tercatat ketum terlama.

PascaSoekaryo, berturut-turut lima Ketum BPP ISFI sesudahnya yaitu Darojatun MBA (1989-1993), Imam Hidayat (1993-1997), Marzuki Abdullah (1997-2000), Ahaditomo MS (2000-2004), dan Prof Dr Haryanto Dhanutirto, Apt, DEA (2005-2009).

Barulah antiklimaks, pada Kongres XVIII ISF di Jakarta pada 7-9 Desember 2009, ISFI berubah jadi Ikatan Apoteker Indonesia, kali ini disingkat IAI, ketumnya Mohamad Dani Pratomo, MM., Apt. hingga tahun 2013.

Adapun, data komplit terkait dua Kongres sesudah, Kongres 2013 dan 2018, urung didapat. Hanya saja, perkuatan kembali, IAI ditegaskan jadi satu-satunya Organisasi Profesi Apoteker di Indonesia yang diakui pemerintah, ditetapkan dengan Keputusan Kemenkumham Nomor AHU-17.AH.01.07 Tahun 2013 tanggal 13 Februari 2013.

Selaku wadah profesi yang berperan penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang obat, IAI memiliki visi mulia: "Terwujudnya profesi Apoteker yang paripurna, sehingga mampu mewujudkan kualitas hidup sehat bagi setiap manusia."

Diperkuat tiga misi: pertama, menyiapkan Apoteker yang berbudi luhur, profesional, memiliki kesejawatan yang tinggi dan inovasi serta berorientasi ke masa depan.

Kedua, membina, menjaga, dan meningkatkan profesionalisme Apoteker sehingga mampu menjalankan praktek kefarmasian secara bertanggung jawab. Ketiga, melindungi anggota dalam menjalankan profesinya.

Sekaligus menjadi bagian komunitas global apoteker sedunia, IAI pun telah tergabung dalam International Pharmacy Federation (IPF), induk organisasi apoteker dunia.

Ikut menduniakan diri, IAI aktif menggalang partisipasi internal misal saat peringatan World Pharmacist Day/WPD yang jatuh tiap 25 September.

Terakhir pada gelaran WPD 2022 bertema Pharmacy United In Action For Healthier World (apoteker bersatu dalam aksi menuju dunia yang lebih sehat), IAI getol mengajak apoteker/anggota berkolaborasi melalui taja branding, edukasi, kompetisi, menunjukkan peran Apoteker Indonesia bersatu dalam satu aksi mewujudkan "good health and wellbeing", salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDG’s), rangkaian perayaan WPD 2022, 20 Agustus-31 Oktober 2022.

Dan tahun ini, kendati RUU Kefarmasian kembali masuk daftar 41 RUU Prioritas Prolegnas 2023 DPR, namun ibarat resep, apoteker Indonesia agaknya masih belum 'nyenyak' jika belum menebusnya. (Muzzamil)

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment