Pro Kontra 'Wadidaw' Festival Krakatau (1)

Pro Kontra 'Wadidaw' Festival Krakatau (1)
Ket Gambar : Foto udara letusan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, dibidik Minggu 23 Desember 2018. | repro BBC/Nurul Hidayat/ANTARA Foto/Muzzamil

Clickinfo.co.id, BANDARLAMPUNG - Festival Krakatau (FK) Lampung XXXIII Tahun 2023 atau K-Fest 2023, resmi dihelat 7-8 Juli 2023.

Festival Krakatau, atau dengan pengkinian demi perluasan spektrum partisipan atraksi dan amenitasnya hulu hingga hilir dinamai juga dengan jenama hasil akronim sebutan versi bahasa semiliar umat, K-Fest.

Terdiri atas dua kata, pengingat belaka, pertama festival, oleh W.J.S. Purwadarwinta, sekaligus Kamus Besar Bahasa Indonesia, didefinisikan sebagai "sebuah pekan atau hari gembira dalam rangka peringatan suatu peristiwa penting dan bersejarah." Definisi yang menunjukkan, festival ialah pesta rakyat.

Semirip, "suatu pesta besar yang dilakukan acara meriah dalam rangka memperingati sesuatu kejadian yang bersejarah," versi Wikipedia. Atau lainnya, "kemeriahan yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka memperingati kejadian bersejarah", versi Ferdinand (2016).

Dari kata bahasa Latin 'festa', secara overall, festival merupakan bentuk pesta rakyat yang dilakukan demi mengenang kejadian yang bernilai dan norma sejarah hingga warga kelompok sosial tertentu menjalankan rutinitasnya, konsisten dari masa ke masa.

Jenisnya yang hingga kini kita kenal, festival budaya, festival film, festival kuliner, festival musik, festival seni, lainnya.

Seiring tumbuh kembang zaman dengan segenap purwarupa proses, produk, dan keluaran rekayasa sosial kehidupan umat manusianya seantero dunia pun Indonesia, keragaman elaborasi pertunjukan atau performansinya, ko-eksistensi aktualisasi artifisial, dramatisasi visual, hingga aspek kebaruan yang dijadikan sebagai insight pengayaan, pencerahan, juga format pengkiniannya, alhasil keanekaragaman festival juga mengalami pemajuan kualitatif, penajaman spesialisasi target spektrum, yang di banyak studi kasus juga membujur dalam proses jenama (branding) termasuk keluaran misal co-branding atau re-branding yang dalam giliran perkembangannya kemudian, menjadi sebuah keniscayaan, bagi festival.

Kemudian kata kedua, dari nama legendaris gunung berapi terkenal di dunia, "Krakatau", juga bernama dunia "Krakatoa", kepulauan vulkanik per geografis meletak di perairan Selat Sunda antara Sumatera dan Jawa.

Secara administratif, wilayahnya berada di Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Indonesia.

Lalu, secara vulkanologis dinyatakan masih berstatus aktif hingga kini. Dan, per geologis pada sekitar area letusan menimbulkan munculnya empat pulau kecil, yakni Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil (Pulau Panjang), Pulau Anak Krakatau, dan Pulau Sertung, berasal dari sistem gunung berapi tunggal Krakatau era lampau.

Dan dalam sejarahnya kemudian melahirkan gunung berapi baru sama jenis yaitu kaldera vulkanik, Gunung Anak Krakatau, atau GAK.

Yang untungnya hingga saat artikel ini tiba di ruang digital anda pembaca budiman, sekadar "batuk" istilah awam, terhitung jinak dan kata banyak orang "amit-amit jabang bayi" jangan sampai berubah, galak.

Sebelum, sebagaimana pula pernah disebut oleh sejumlah ahli, berkemungkinan baru akan meletus dahsyat lagi sekira tahun 2325 mendatang. Oh my God.

Jika boleh jujur, segala sesuatu warta kini seputar sekitar Krakatau, atau kini Gunung Anak Krakatau, memang kerap buat tekanjat. Pun halnya, kontroversi soal gelaran tahunan Festival Krakatau. Yang tetap riuh rendah tiap dihelat, ditingkahi pro kontra yang wadidaw.

Soal apa? Pembaca budiman, simak terus ya. Bersambung. (Muzzamil)

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment