
Clickinfo.co.id, BANDARLAMPUNG - Festival Krakatau (FK) Lampung XXXIII Tahun 2023 atau K-Fest 2023, resmi dihelat 7-8 Juli 2023.
Jejak sejarah peristiwa mengerikan letusan Gunung Krakatau 26-27 Agustus 1883, salah satunya mengabadi dalam karya sastra berbentuk syair berbahasa Melayu berjudul Lampung Karam tulisan Mohammad Saleh yang terbit di Singapura, tahun itu juga.
Mulai 1927, sekira 44 tahun pasca-letusan, muncul gunung api yang dikenal sebagai Gunung Anak Krakatau (GAK) dari kawasan kaldera purba itu yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya.
Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0,5 meter (20 inci), per bulan. Setiap tahun jadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki). Sebut catatan lain, penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan apabila dihitung, maka dalam 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 190 meter (7.500 inci atau 500 kaki) lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya.
Penyebabnya, material yang terus keluar dari perut si gunung. Ketinggian GAK fluktuatif, pernah mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut (mdpl), misal berdasarkan hasil analisis visual pascaerupsi 24-28 Desember 2018 terkonfirmasi, GAK yang tinggi semula 338 meter tinggal 110 meter.
Sementara, Gunung Krakatau sebelumnya pernah setinggi 813 mdpl.
Seorang geolog lulusan Universitas Oxford, Inggris, Simon Winchester yang juga penulis National Geographic, mencatat bahwa letusan Krakatau yang terjadi Senin, 27 Agustus 1883, tepat pukul 10.20, "adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern".
Suara letusannya, catat Simon, terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh seperdelapan (1/8) penduduk Bumi saat itu. "Sebelum erupsi, terjadi sejumlah gejala alam yang tak biasa. Perilaku hewan berubah. Kuda-kuda mengamuk, ayam tak bertelur, kera, burung tak nampak lagi di pepohonan," catat dia.
Simon Winchester berpandangan, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu amat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan, apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tiada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus.
Beberapa geolog, memprediksi letusan akan terjadi antara tahun 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia 26 Desember 2004 juga tak bisa diabaikan.
Profesor Ueda Nakayama, ahli gunung api berkebangsaan Jepang, mengungkapkan, GAK masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat tertentu turis dilarang dekati kawasan ini sebab bahaya lava pijar yang dimuntahkan.
Pakar lain, menyatakan tak ada teori yang masuk akal tentang GAK yang akan kembali meletus. Kalaupun ada, minimal tiga abad lagi atau sesudah tahun 2325 Masehi!
Nun yang jelas, angka korban ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya. GAK saat ini secara umum oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan "Gunung Krakatau" juga, meski sesungguhnya gunung baru yang tumbuh pascaletusan sebelumnya.
Saat ini, mungkin masih sulit untuk sekadar membayangkan, pembaruan demi kekinian informasi seputar sekitar "perikehidupan GAK" ini, dapat ditransformasikan semisal sesederhana ini: ditampilkan dalam bentuk digitalisasi via video edukatif ala Metaverse, oleh pihak pengampu kebijakan terkait?
Saat artikel ini naik siar, taja Festival Krakatau atau K-Fest 2023, tengah terus semebyar berlangsung di kawasan terpadu Pusat Kebudayaan dan Olah Raga (PKOR) Way Halim, Bandarlampung. (Muzzamil)
Comments (0)
There are no comments yet