
Clickinfo.co.id - Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta pada Senin, 24 Maret 2025 untuk melaporkan serangkaian teror dan ancaman kekerasan simbolis yang dialami oleh redaksi dan jurnalis majalah Tempo.
Pelaporan ini bertujuan untuk mendorong Komnas HAM mengambil tindakan dan mendesak negara memberikan perlindungan yang lebih baik kepada jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Laporan KKJ diterima langsung oleh Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, didampingi Wakil Ketua Bidang Eksternal, Abdul Haris Semendawai, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah, dan Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Saurlin P. Siagian.
Koordinator KKJ Indonesia, Erick Tanjung, mengawali pertemuan dengan memaparkan secara rinci kronologi teror yang menimpa Tempo.
Rangkaian kejadian tersebut meliputi peretasan situs web, perusakan kendaraan pribadi milik jurnalis, hingga pengiriman paket berisi kepala babi tanpa telinga dan enam bangkai tikus dengan kepala terpenggal ke halaman kantor redaksi Tempo.
Di hadapan Komnas HAM, Erick Tanjung menegaskan bahwa intimidasi dan teror yang dialami Tempo bukanlah insiden acak, melainkan tindakan yang disengaja dan terencana.
Ia juga menyampaikan sejumlah laporan lain terkait kekerasan terhadap jurnalis yang diterima KKJ dari berbagai daerah di Indonesia.
"Situasi terkini menunjukkan adanya ancaman sistematis terhadap kemerdekaan pers. Menghadapi ini, negara harus memberikan perlindungan serta hak atas rasa aman terhadap jurnalis dan media dalam menjalankan tugasnya memberikan informasi untuk kepentingan publik," tegas Erick Tanjung.
Lebih lanjut, Erick Tanjung menyampaikan kekhawatiran bahwa teror yang dialami Tempo dapat memicu self-censorship atau sensor mandiri di kalangan media secara umum.
Ia khawatir, tindakan intimidasi ini akan membuat media enggan memberitakan informasi-informasi kritis atau penting yang seharusnya diketahui publik dalam sistem demokrasi.
“Kami mengapresiasi Komnas HAM yang menerima pelaporan kami. Ini menjadi dukungan moral yang berharga dan kita terus mendorong penegak hukum mengusutan kasus-kasus penyerangan dan kekerasan terhadap jurnalis yang mengancam kemerdekaan pers,” imbuhnya.
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, menyoroti serangkaian teror yang dialami oleh salah satu jurnalisnya, Francisca Christy Rosana atau Cica. Teror tersebut termasuk ancaman melalui media sosial dan doxing, yang tidak hanya menyasar Cica tetapi juga keluarganya.
Setri Yasra mengungkapkan bahwa Tempo memang kerap menerima teror, namun intimidasi kali ini menggunakan metode yang berbeda dengan mengirimkan potongan tubuh hewan.
"Jelas ini bentuk intimidasi yang sengaja dilakukan sebagai bentuk upaya menghalangi kerja jurnalistik di Tempo. Pelaporan kami ke Komnas HAM sebagai usaha agar kita fokus menjaga semangat jurnalis Tempo dan jurnalis-jurnalis lainnya di seluruh Indonesia agar tidak takut dan terus menjaga kemerdekaan pers," kata Setri.
Ia berharap Komnas HAM dapat mengawal proses hukum terkait teror kepala babi dan bangkai tikus ke kantor Tempo.
"Intimidasi dan teror terhadap jurnalis adalah perbuatan melanggar hak asasi manusia. Wartawan adalah pembela HAM," tegasnya.
Menanggapi laporan KKJ, Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyatakan bahwa kasus teror terhadap jurnalis Tempo menjadi perhatian serius dan akan segera ditindaklanjuti.
"Kami juga menaruh atensi terhadap serangan terhadap jurnalis di beberapa kasus lain yang tadi dilaporkan. Komnas HAM juga telah merespons dan menindaklanjuti kasus tersebut," ujar Atnike.
Wakil Ketua Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, menambahkan bahwa pihaknya akan segera melakukan pengumpulan data setelah audiensi ini. Selanjutnya, Komnas HAM akan menyusun rekomendasi terkait kasus tersebut.
“Setelah itu kami akan bertemu dengan pejabat-pejabat yang terkait dengan proses penanganan atau yang dapat menindaklanjuti rekomendasi dari kami,” kata Abdul Haris.
Abdul Haris juga menyampaikan penyesalannya atas peristiwa teror yang menimpa kantor Tempo. Ia menegaskan bahwa kerja jurnalistik merupakan bagian penting dari upaya pemenuhan hak asasi manusia.
Setelah pengaduan ini, KKJ Indonesia berencana melakukan audiensi dengan sejumlah instansi lain, termasuk Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komisi III DPR RI.
Langkah ini bertujuan untuk mendorong proses penegakan hukum dan mencegah impunitas terhadap pelaku serangan terhadap jurnalis dan kemerdekaan pers.
Tentang Komite Keselamatan Jurnalis Indonesia
Komite Keselamatan Jurnalis dideklarasikan di Jakarta pada 5 April 2019. Komite ini beranggotakan 11 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Comments (0)
There are no comments yet