Ida Mahmida: Partisipasi Notaris, Percepat Indonesia Masuk Anggota Penuh FATF
-
Muzzamil
- 26 May 2023

Clickinfo.co.id, BANDARLAMPUNG - Ida Mahmida, Analis Hukum Pertama, Direktorat Perdata, Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), menggarisbawahi, notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang diatur dalam UU Jabatan Notaris berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang (UU) Nomor 30/2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan UU 2/2014, memiliki peran dan peranan penting dalam penerapan kebijakan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat atau Beneficial Ownership dari Korporasi, dalam upaya mencegah terjadinya tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang (TTPU), dan tindak pidana pendanaan terorisme, di Indonesia.
Dengan mengacu pada sedikitnya tujuh beleid pengatur yakni UU Nomor 31/1999 juncto (jo) UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU 30/2004 jo UU 2/2014 tentang Jabatan Notaris, UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan UU 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Serta, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13/2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Terorisme, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) 15/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi, dan Permenkumham 21/2019 tentang Tata Cara Pengawasan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi.
Notaris, oleh sebab kewenangan jabatan yang melekat pada profesinya, menjadi salah satu pihak penting terkait kebijakan Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan pendanaan terorisme, tersebut.
Dimana, dalam pelaksanaan jabatannya, notaris berperan pada saat pendirian, pendaftaran, perubahan, atau pembubaran korporasi. Baik korporasi yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer/CV, persekutuan firma, bentuk korporasi lainnya termasuk perseroan perorangan.
Sehingga, sesuai kriteria, penetapan, dan basis data Pemilik Manfaat dari Korporasi, dengan demikian notaris merupakan satu dari tiga subyek hukum bersama pendiri/pengurus korporasi, dan pihak lain yang diberikan kuasa oleh pendiri/pengurus korporasi, yang diberi akses kewenangan untuk menginformasikan mengenai korporasi dan Pemilik Manfaat dari Korporasi atas dasar permintaan instansi berwenang dan instansi penegak hukum, mengenai penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, serta untuk melaporkannya kepada Kemenkumham.
Selain entitas korporasi, yang dapat dan sering dijadikan sebagai sarana langsung mau pun tak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan Pemilik Manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Profesi notaris, dalam dinamikanya seiring pemutakhiran tren, pola, modus operandi, tipologi, dan anatomi kejahatan modern berbasis teknologi informasi digital, ikut termasuk dalam ragam profesi non bisnis dan keuangan, dan industri jasa keuangan, yang rentan risiko dimanfaatkan pelaku kejahatan sebagai pintu masuk malapraktik, sebagai sarana bahkan sebagai sasaran tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Ida Mahmida mengulas singkat-singkat pointers tersebut, saat berbicara sebagai narasumber kegiatan Sosialisasi Kebijakan Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership/BO) Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, Pencucian Uang, dan Pendanaan Terorisme, taja Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Lampung, di Tanggamus Ballroom Hotel Horison Lampung, Jl Kartini Nomor 88, Palapa, Kecamatan Enggal, Bandarlampung, Kamis 25 Mei 2023 lalu.
Di hadapan 100-an peserta, 65 orang di antaranya notaris anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) dari sejumlah Pengurus Daerah (Pengda) INI Kabupaten/Kota di Lampung itu, Ida yang hadir daring via Zoom, mengintensi bahwa sesuai Perpres 13/2018, berikut pedoman pelaksanaan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, yakni Permenkumham 15/2019 yang mengatur seputar penerapannya, dan Permenkumham 21/2019 yang mengatur sekitar pengawasan penerapannya.
Dari itu, selain perlindungan kepentingan korporasi, kebijakan penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, juga senada pelindungan bagi para notaris, sebagai bagian pihak penyampai informasi seputar korporasi dan Pemilik Manfaat dari korporasi, berikut lainnya, sebagai upaya mendukung program pemerintah dalam mencegah tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Menyinggung progres integrasi basis data korporasi pun notaris ke dalam mahadata (big data) aplikasi digital sistem informasi AHU Online pascaterbit Perpres 13/2018, dimana sejak itu Ditjen AHU Kemenkumham sekaligus berfungsi sebagai pusat data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership/BO) dari Korporasi, Ida menginformasikan, data terakhir mencatat, kurang lebih baru ada sedikitnya 813 ribuan Pemilik Manfaat.
Sebagai informasi, sejak lima tahun silam itu, sejak Perpres 13/2018 hadir menjadi dasar kewajiban bagi setiap korporasi menetapkan dan melaporkan identitas Pemilik Manfaat.
Sekaligus, menjadi bagian dari kegigihan komitmen pemerintah untuk mendorong pencegahan terjadinya tiga tindak pidana: korupsi, pencucian uang, dan pendanaan terorisme di Indonesia, yang ditemukenali kian erat kelindan temali, bahkan celakanya pula, pola dan modus operandinya kian hari kian beragam, dan bertransformasi dengan anatomi kejahatan yang kompleks didukung kecanggihan teknologi terkini. Muaranya, lumayan bikin repot aparat penegak hukum dalam penelusuran, hingga proses hukum, ulah tingkat kerumitannya.
Sekadar ilustrasi, menyitat data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang tahun 2020 saja, tahun pertama pandemi global Covid-19, terdapat setotal 61.841 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) didominasi transaksi mencurigakan terkait dugaan tindak pidana sebanyak 1.793 laporan transaksi, terkait korupsi ada 448 laporan transaksi, terkait narkotika ada 290 laporan transaksi, terkait terorisme ada 193 laporan transaksi, dan terkait perpajakan 172 laporan transaksi.
Dari itu maka kemudian, guna pembumian ejawantah penerapan Perpres 13/2018, lalu secara teknis dihelat penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama antar kementerian/lembaga tentang penguatan pemanfaatan basis data Pemilik Manfaat dari Korporasi, pada Juli 2019.
Dengan adanya skema transparansi dan sharing data Beneficial Ownership (BO), diharapkan membawa pengaruh besar, baik dalam peningkatan perekonomian mau pun penegakan hukum di Indonesia.
Khususnya, dalam memudahkan aparat penegak hukum lakukan penelusuran jejak aset hasil tindak pidana, memaksimalkan pencegahan pencucian uang, meningkatkan kepatuhan pajak, meningkatkan transparansi di sektor swasta.
Selanjutnya, sebagai informasi pengingat, usai Ditjen AHU Kemenkumham membuka informasi data Pemilik Manfaat Korporasi (Beneficial Ownership/BO) dan terakses publik guna meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Dimana merujuk data Laporan Ernst & Young 14th Global Fraud Survey 2016, disebutkan bahwa 91 persen pemimpin bisnis di dunia menganggap penting untuk mengetahui informasi Penerima Manfaat akhir atas entitas yang berhubungan bisnis dengan mereka. Sehingga, keterbukaan informasi data Pemilik Manfaat Korporasi, lantas menjadi hal yang sangat penting.
Sejak itu, data tersebut jamak digunakan kementerian/lembaga terkait, khususnya guna kepentingan penegakan hukum. Data tersebut kemudian juga dibuka untuk publik hingga dapat dimanfaatkan terutama untuk kepentingan investasi.
Memang apabila cermat dicermati, meski pun sistem informasi data Pemilik Manfaat Korporasi (Beneficial Ownership/BO) pada aplikasi AHU Online yang dibangun Ditjen AHU Kemenkumham telah dapat diakses publik, namun aksesnya masih terbatas.
Yakni, terbatas pada informasi nama dari BO, korespondensi BO sesuai dengan alamat korporasi dan hubungan BO dengan korporasi yang dapat diakses via pencarian atau unduh data di menu Pemilik Manfaat.
Setiap pelapor baik korporasi, notaris, atau pihak Iain yang diberi kuasa, bertanggung jawab atas kebenaran informasi Pemilik Manfaat yang dilaporkan ke Ditjen AHU.
Rupanya itu bukan tanpa dasar. Mengutip penjelasan terkait, soal sistem keterbukaan informasi BO untuk publik, Direktur Perdata Ditjen AHU Kemenkumham, Santun Maspari Siregar, pernah merasionalisasi kenapa data yang ditampilkan bersifat terbatas.
"Untuk mencegah penyalahgunaan data pribadi," ujar Direktur Perdata Ditjen AHU Kemenkumham, Santun Maspari Siregar.
Disebutkan, keterbukaan informasi BO bagi publik juga diharapkan menjadi nilai tambah bagi Indonesia demi untuk dapat bersegera sandang status sebagai anggota penuh (fully membership) Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering, yakni organisasi internasional pelinifokus upaya global pemberantasan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, dirian kelompok negara G7 pada Juli 1989 silam sebagai badan antar pemerintah yang bertugas menerapkan standar dan mendorong implementasi program anti pencucian uang, dan berkantor pusat di Paris Perancis.
Asal tahu saja, saat FATF melakukan On Site Visit Mutual Evaluation Review ke Indonesia pada 17 Juli-4 Agustus 2022 lalu, saat itu Indonesia masih berstatus sebagai Observer.
Alias, selangkah lagi untuk menjadi anggota FATF. Dimana untuk dapat menjadi anggota maka Indonesia harus mendapatkan penilaian Largely Compliant (LC) pada setidaknya 33 dari 40 rekomendasi yang ada.
Saat itu, salah satu rekomendasi yang belum mendapatkab penilaian LC dimaksud adalah Rekomendasi 24, terkait Transparency and Beneficial Ownership (BO) of Legal Persons.
Selain itu, keterbukaan informasi BO untuk publik merupakan pelaksanaan dari Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PK). Terbukanya informasi, diharap bisa meminimalisir digunakannya korporasi sebagai sarana TPPU dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), hingga Indonesia jadi tempat aman, ramah investasi.
Pelaksana harian Tim Stranas PK, M Isro, saat itu berharap keaktifan masyarakat untuk dapat menyampaikan laporan terkait BO apabila informasi BO pada Ditjen AHU dianggap tak sesuai keadaan di lapangan.
Penyempurnaan, Direktorat Perdata Ditjen AHU Kemenkumham, pun terus melakukan pengembangan sistem informasi BO ini.
Diharapkan, masyarakat juga dapat lakukan pengawasan terhadap BO sebagaimana telah dilakukan di beberapa negara seperti Inggris, dimana keterbukaan data BO kepada publik di negara tersebut menjadi proses pengawasan dan validasi data BO.
Tidak untuk jadi sesalan alih-alih menjadi santapan "gerundelan", namun dijadikan pelecut, fakta lima tahun diterapkan kurun 2018 hingga kini, tingkat kepatuhan pelaporan BO masih butuh daya dorong hebat hingga korporasi memiliki kesadaran mandiri untuk melakukan pelaporan BO.
Dari itu, strategi peningkatan pelaporan BO yang dilakukan Ditjen AHU sejak 2020, yaitu dengan menjadikan pelaporan BO tersebut sebagai mandatori bagi korporasi sebelum lakukan transaksi perubahan melalui Sistem Administrasi Badan Hukum dan Sistem Administrasi Badan Usaha pada Ditjen AHU Kemenkumham.
Selain, peran kementerian/lembaga lainnya juga amat diperlukan untuk meningkatkan pelaporan BO, khususnya untuk instansi pemberi izin. Dukungan dan penguatan dari kementerian/lembaga diharapkan agar data BO tiap entitas dapat tersedia untuk publik.
Ada pun narasumber Ida, penutup presentasi hijabers ini menitipkan pesan, agar peserta sosialisasi 25 Mei 2023 ambil bagian dalam barisan kepatuhan pelaporan informasi seputar korporasi dan penerapan kebijakan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi, agar Indonesia bisa selekasnya menjadi anggota penuh FATF. Sesegeranya.
Kegiatan sosialisasi sendiri, bertujuan memfasilitasi peningkatan pemahaman tentang prinsip mengenai Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership/BO) wabil khusus bagi kalangan notaris se-Lampung.
Dibuka pukul 09.00 WIB, diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, pembacaan doa dipandu oleh staf Divisi Pelayanan Hukum Kemenkumham Lampung M Dwi Riyanto, dan laporan ketua pelaksana.
Setelahnya, Kepala Divisi Pelayanan Hukum (Kadivyankum) Kanwil Kemenkumham Lampung, Dr Alpius Sarumaha, mewakili dan membacakan sambutan tertulis dari Kakanwil Kemenkumham Lampung, Dr Sorta Delima Lumban Tobing, sekaligus membuka acara.
“Perlu saya tekankan disini bahwa kebijakan penerapan Prinsip Pemilik Manfaat dari Korporasi ini adalah untuk melindungi kepentingan dari korporasi itu sendiri, melindungi notaris sebagai salah satu pihak yang dapat menyampaikan informasi Pemilik Manfaat dari korporasi, dan tentu saja sebagai upaya mendukung program pemerintah dalam upaya mencegah tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme,” salah satu petikan sambutan tertulis Kakanwil Kemenkumham Lampung, Dr Sorta Delima Lumban Tobing.
Sorta Delima; Kakanwil Kemenkumham Lampung ke-25, sebelumnya Kepala Divisi Administrasi Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, sempat mengisi kekosongan kursi kepemimpinan di Kanwil Kemenkumham Lampung usai Kakanwil sebelumnya Edi Kurniadi pensiun pada 31 September 2022, dilantik oleh Menkumham Prof Dr Yasonna Hamonangan Laoly jadi pimpinan tertinggi Kanwil Kemenkumham Lampung berdasar Kepmenkumham Nomor M.HH-59.KP.03.03 Tahun 2022 dibarengkan dengan pelantikan Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Lampung Teodorus Simarmata bertepatan Peringatan Hari Ibu 22 Desember 2022 lalu.
Bagian lain sebelumnya ia mengatakan, situasi nasional, regional, pun global yang diiringi perkembangan produk, aktivitas, dan teknologi informasi, dinamikanya, satu sisi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Sisi lain, dinamika tersebut juga berpotensi meningkatkan penyalahgunaan fasilitas dan produk dari industri keuangan dan lembaga yang terkait dengan keuangan, yang rentan risiko dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan sebagai sarana mau pun sasaran TPPU dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
Dari itu dekade silam, Pemerintah Indonesia dan DPR mengesahkan UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, UU 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPT, sebagai landasan hukum yang kuat demi menjamin kepastian hukum, serta efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU mau pun TPPT.
Meski demikian secara faktual tipologi TPPU dan TPPT ini notabene semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, modusnya makin variatif memanfaatkan lembaga luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor, dengan memanfaatkan ragam entitas misal korporasi, dan ragam profesi, termasuk notaris yang sedemikian pentingnya terkait itu, merujuk Pasal 1 angka 1 UU 30/2004 tentang Jabatan Notaris jo UU 2/2014
Saat konferensi pers disela coffee break, Kadivyankum Kemenkumham Lampung, Dr Dr Alpius Sarumaha, didampingi oleh dua narasumber lainnya yakni notaris/PPAT di Bandarlampung cum Wakil Ketua Dewan Penasihat Wilayah Pengurus Wilayah INI Lampung, Muhammad Reza Berawi, dan akademisi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Zainudin Hasan, mengharapkan dukungan media massa untuk menyebarluaskan agenda sosialisasi berikut segenap informasi didalamnya.
Dimoderatori oleh Albar Diaz Novandi, usai presentasi narasumber pertama; Analis Hukum Pertama, Direktorat Perdata AHU Kemenkumham, Ida Mahmida.
Bergegas, akademisi Fakultas Hukum UBL yang pernah delapan tahun mengabdi di lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Zainudin Hasan, narasumber kedua, mempresentasikan materi Tinjauan Yuridis TPPU dan Tindak Pidana Terorisme.
Dilanjutkan presentasi narasumber ketiga, Muhammad Reza Berawi, seputar Teknis Pelaporan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership/BO) Dalam Pendirian Korporasi, tepat saat menengok jarum jam beraada di pukul 10.23.
Paparan ciamik ketiga narasumber ini juga dielaborasi sejumlah peserta penanggap saat dua sesi tanya jawab. (Muzzamil)
Comments (0)
There are no comments yet