"Gedor" Sana-Sini Ala FGD Desa Kawasan Hutan Lampung, Golkan Perjuangan PPTKH
-
Muzzamil
- 25 July 2023

"Hanya 4,14 persen lahan kawasan hutan yang dimiliki akses pengelolaannya oleh masyarakat, selebihnya dikuasai swasta."
Clickinfo.co.id, BANDARLAMPUNG - Dasar aktivis, 'umpat' redaksi. Kala perdana dengar langsung celotehan sosok berperawakan sedang dengan perut mulai sedikit membuncit khas pengampu usia mapan kepala empat, pria enerjik berdarah Kayu Agung Sumatera Selatan, anggota paguyuban etnis, Himpunan Keluarga Kayu Agung (HKKL) Lampung ini.
Dikenal merupakan salah satu aktivis 1998, mantan aktivis mahasiswa prodemokrasi basis kampus Fakultas Teknik (FT) Universitas Bandar Lampung (UBL), almamaternya angkatan 1999 ini, dimana dia pernah aktif di organ kemahasiswaan intra - ekstra kampus, sebut Dewan Mahasiswa (Dema) FT UBL medio 1999-2001, Dema UBL pimpinan Setiawan Batin kurun 2000-2002, dan Forum Mahasiswa Lampung (Formala) pimpinan sejawatnya Bahrul Ediwan kurun 1999-2002.
Selain, masuk keanggotaan dan menjadi bagian kader militan partai politik (parpol) progresif garis keras, yang lahir dari rahim moncong senjata rezim kapitalis-militeristik Orde Baru: Partai Rakyat Demokratik (PRD), pernah jadi Ketua Eksekutif Komisariat Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) UBL 2000-2001, Ketua Eksekutif Kota LMND Bandar Lampung 2001-2002, dan Ketua Eksekutif Wilayah (Ekswil) LMND Lampung 2002-2003.
Lalu, menjadi bagian pengurus Partai Oposisi Rakyat (Popor) bentukan PRD bersama para organisasi front rakyat sayang gagal lolos ikut Pemilu 2004, pernah jadi Ketua DPW Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) Lampung 2006-2009, juga bentukan PRD dan organ sekawan yang lagi-lagi gagal lolos ikut Pemilu 2009.
Pernah bersenyawa kimiawi kerja-kerja politik bareng (saat itu masih Ketua DPD Partai Hanura Lampung dan Ketua Fraksi Partai Hanura DPRD Lampung 2009-2014) Andi Surya, lalu sejenak duduk jadi pucuk pimpinan PRD Lampung sebelum nonaktif, mendirikan dan memassalkan perjuangan kaum tani dan rakyat perdesaan korban perampasan hak agraria melalui organisasi perlawanan rakyat diriannya bareng Ahmad Jayani serta dua eks Ketua KPW-PRD Lampung, Ali Akbar, dan Badri, Gerakan Petani Lampung (GPL).
Comeback, mencoba ulang peruntungan politik elektoral jadi caleg DPRD Lampung dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Pemilu 2014 dapil Bandarlampung nun gagal, berikutnya usai berjibaku menjadi staf pribadi Wakil Gubernur Lampung 2014-2019 Bachtiar Basri, belum kapok maju lagi kali ini caleg DPRD Lampung dari Demokrat Pemilu 2019 dapil Lampung Selatan, lelagi gagal.
Terakhir, usai lahir Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) juga bentukan PRD dan front 1 Juni 2020, muncul sejenak jadi ketua pertama DPW PRIMA Lampung sebelum lengser digantikan Badri, dimana PRIMA sempat daftar KPU nun pascaverifikasi administrasi dinyatakan tidak memenuhi syarat --gugat sana sini, kasusnya viral, kendati sempat masuk bagian 20 parpol calon peserta Pemilu 2024, masih saja gagal lolos.
Di sela-selanya, sebagai pejuang keluarga, ayah dua putri salah satunya mahir bermain sepatu roda ini, selain sejauh ini menekuni bisnis pertambangan, sempat gonta ganti bisnis sekunder mulai dari bisnis furnitur, jasa persewaan mobil, berdagang grosir-ecer telur ayam ras, trader, pialang saham, banyak lagi.
"Asal gak jual diri, ya gak," gelaknya satu ketika.
Tak ketinggalan, tepatnya pada 2014, dia dan Bachtiar Basri dirikan organ relawan swadiri pendukung capres Joko Widodo (Jokowi) yakni Baramuda Lampung, antara lain aktif berikan advokasi kasus sengketa agraria dan bantuan ambulans gratis bagi rakyat miskin.
Bukan cuma itu, komrad-nya masa LMND, eks Ketua Umum LMND Iwan Dwi Laksono, usai menemukan kembali anaknya yang hilang: dia, mendapuknya sebagai Ketua DPD Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Lampung pada 2015 --Iwan pendiri ormas pengusung trio visi kemandirian: energi, pangan dan maritim ini sekaligus ketua umumnya sejak 15 Agustus 2007, yang terafiliasi tertutup, turut jadi bagian kekuatan basis elektoral sejak era Pilwalkot Solo 2010, Pilgub Jakarta 2012, Pilpres 2014, berikut penugasan khusus dari Jokowi pun pascamenang Pilpres 2019 hingga saat ini.
Kecimpung teranyar di belantika relawan politik, selaku Ketua DPD JAMAN Lampung yang diamanati menjadi fasilitator daerah, pengarah perhelatan jaring aspirasi rakyat Lampung soal kriteria ideal dan figur bakal capres-cawapres RI 2024-2029 melalui ajang jaring aspirasi rakyat berskala nasional, independen, viral: Musyawarah Rakyat (MUSRA) Indonesia.
Dimana, dia Koordinator Pengarah Panitia Daerah MUSRA Indonesia XI Lampung di Gedung Sumpah Pemuda PKOR Way Halim Bandarlampung 18 Desember 2022, viral usai menentang lazim, bareng Panitia Daerah bergeming, memilih mekanisme pemilihan vote manual dan tak mengindahkan instruksi Panitia Nasional gelar e-voting, kian viral usai dari hasil penghitungan suara di kantor satu organisasi kewartawanan, diketahui dimenangkan bakal capres dan cawapres terfavorit Prabowo Subianto dan Erick Thohir, itu. Viral sepekan.
Teranyar sekali, malam usai kunjungan kerja sehari Jokowi di Lampung 5 Mei 2023 lalu, singkat nun bermakna, dia turut merapat di landasan pacu Bandara Raden Inten II Natar bersua khusus dengan Jokowi, dampingi warga utusan rakyat tiga desa korban penggusuran lahan pembangunan Bendungan Margatiga, Sekampung Udik, Lampung Timur yang belum diganti rugi. Satu orang ibu sampai bersimpuh saat beberapa menit suarakan jerit hati.
Demi pelan muka letih Jokowi menyahuti, "Ibu tenang, saya akan kembali lagi ke sini.."
Turut merapat dibawah pengawalan ketat Paspampres, pimpinan organ relawan Jokowi lainnya, Barisan Relawan Jalan Perubahan (BaraJP), Gerakan Rakyat Nusantara (GRN), JPKP, dan Posraya Lampung.
Berselang sebulan, tanpa gedebak gedebuk, pada 6 Juni lalu dia balik kasak kusuk. Tak buat beli batre megaphone senjata pengeras suara hati rakyat tertindas, bukan untuk mengecat sendiri spanduk merah dengan cat tembok putih bunyi tuntutan demonstran massa aksi atau jakul ke rental komputer sekadar buat menge-print konsep selebaran dan siaran pers pernyataan sikap. Gawe lampau.
Ogah kolot, dia pakai kanal 'konsolidasi' digital. Sat set sat set lewat aplikasi populer perpesanan singkat, jadilah grup WA, Focus Group Discussion (FGD) Desa di Kawasan Hutan (DKH) Lampung. Disekaliguskan jadi nama resmi. "Selamat bergabung" bla bla bla, password medan juang kali kesekian.
Dia menjadi Koordinator Presidium FGD DKH Lampung, didampingi oleh Sekjen Eri Zainudin, Direktur SDM Andi Warisno, Direktur Program Faisol Sanjaya, Direktur Advokasi Dwi Sugianto, Direktur Litbang Muzzamil, Direktur Jaringan Rahmad, Direktur Ekraf Agusta Ari Wibowo, Direktur Humas Yongki Yonata Rendra, dan Kepala Sekretariat Roby Sujatmiko.
Membersamai tokoh warga, para pejuang hak agraria asal wilayah kawasan hutan register tersebar di Lampung, tak sedikit di antaranya telah berjuang lebih dari dua dekade untuk sekadar merawat kewarasan mengagungkan jati diri kewarganegaraan, anggota Presidium FGD DKH Lampung.
Sebut antara mereka, yakni, Darmoko (Register 1 Way Pisang), Husni Amri (Register 2), Nasrul Musa (Register 3), Fazari (Register 17), Nonha Sartika (Register 34 Tangki Tebak), Faisal Huda (Register 37), Hasan Basri (Register 38 Gunung Balak), Asep Sudarmansyah (Register 40 Gedong Wani), Herwan (Register 45 Sungai Buaya), Erika Dirgahayu (Register 45B Bukit Rigis), Nyoman Suke (Register 47 Way Terusan), Badrison Iwan (Register 42 Rebang).
Menyusul lainnya sering proses perjuangan dan progresnya. Sampai sini, boleh sembari diucap meniru aksen viralisnya di media sosial, "kamu nanya, bertanya-tanya?"
Latar Nawacita, dan Perpres Revolusioner
Etaterangkanlah, garis besar basis material beleid Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH), yang diterbitkan oleh Presiden Jokowi guna mempercepat eksekusi program Reforma Agraria, salah satu program Nawacita era pemerintahan Kabinet Kerja 2014-2019 melalui legalisasi obyek agraria di kawasan hutan, berikut segenap peraturan perundang-undangan turunannya, tak lain merupakan picu lahir gerakan spontan FGD DKH Lampung.
Pengingat, Perpres 88 ini menjadi basis legal pemerintah menyegerakan penyelesaian problematika laten disparitas penguasaan tanah 'bak langit dan bumi' antar si miskin versus si kaya, antar rakyat versus korporasi raksasa di dalam kawasan hutan, warisan mula-akhir rezim Orde Baru 1966-1998, dan memberikan perlindungan hukum hak-hak rakyat yang menguasai atau memanfaatkan bidang tanah dalam kawasan hutan.
2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK) merilis, kawasan hutan yang meliputi 63 persen dari total wilayah daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan obyek Reforma Agraria yang disasar pemerintah.
Bayangkan, sampai dengan saat itu saja, penguasaan lahan di dalam kawasan hutan telah mengalami ketimpangan yang tinggi antara penguasaan oleh sektor swasta dengan penguasaan oleh masyarakat.
"Hanya 4,14 persen lahan kawasan hutan yang dimiliki akses pengelolaannya oleh masyarakat, selebihnya dikuasai swasta."
Sebab itu, seperti Menko Perekonomian Kabinet Kerja, Darmin Nasution, pernah jelaskan dalam Rakernas PPTKH di Hotel Bidakara Jakarta 5 Juni 2018, pemerintah mendesain PPTKH sebagai bagian upaya sistemik mewujudkan pilar pertama yakni "kepemilikan lahan" dalam kaitan Kebijakan Pemerataan Ekonomi luncuran Presiden Jokowi di Boyolali, Jawa Tengah, April 2017.
Ditelisik, Kebijakan Pemerataan Ekonomi itu terbagi tiga pilar besar, yakni kepemilikan lahan, pemberian kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
Bangunan besarnya, melandasi amanat konstitusi UUD 1945, UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, didalamnya termasuk rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebagai fase III, memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan SDM berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
Setelah, RPJMN 2005-2009 sebagai fase I, menata kembali dan membangun Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat.
Lalu, RPJMN 2010-2014 sebagai fase II, memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas SDM termasuk pengembangan kemampuan iptek serta penguatan daya saing perekonomian.
Menyusul saat ini, RPJMN 2020-2024, fase IV, mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh, berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.
Seperti diketahui, sebagai upaya bersama yang sistematis dan terencana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara berkelanjutan, tujuan pembangunan nasional Indonesia telah digariskan dalam Pembukaan UUD '45.
Berpayung pada UUD 1945 dan UU 17/2007, RPJMN 2015-2019 disusun untuk menjamin pencapaian visi misi Presiden dan menjaga konsistensi arah pembangunan nasional dengan tujuan konstitusi dan RPJPN 2005-2025.
Tak kalah penting, daya tahan bangsa atas dera gelombang sejarah tergantung pada ideologi sebagai penuntun; penggerak; pemersatu perjuangan; sebagai bintang pengarah: Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti, yang manifes dalam bentuk kedaulatan dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
RPJMN 2015-2019, yang menjadi pedoman bagi pemerintah dan rakyat NKRI dalam penyelenggaraan pembangunan nasional lima tahunan, periode tersebut, jadi acuan penyusunan RPJM Daerah dan pedoman pimpinan nasional menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan, ialah penjabaran visi, misi, dan program aksi pembangunan nasional Jokowi-JK, Nawacita. Tiga buku: pertama memuat prioritas pembangunan nasional, kedua memuat arah dan kebijakan bidang-bidang pembangunan, ketiga memuat arah kebijakan pembangunan kewilayahan.
Mengingat keberhasilan pembangunan nasional mewujudkan visi Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri Dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong, sebagai arah perubahan yang beri jalan bagi kelahiran Indonesia Hebat.
Untuk itu, pelaksanaan pembangunan harus didukung komitmen kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis; konsistensi kebijakan pemerintah; keberpihakan kepada rakyat; peran serta aktif masyarakat dan dunia usaha; sistem birokrasi pemerintahan yang kuat, transparan, akuntabel, dan efisien.
Selain itu sektor-sektor pembangunan lainnya serta penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang tidak disebut spesifik dalam dokumen RPJMN 2015-2019 tetap dilanjutkan demi mencapai visi di atas.
Pembangunan nasional yang digariskan RPJMN dilaksanakan melalui upaya seluruh komponen bangsa, akan bawa Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan.
Sembilan prioritas Nawacita, mengilhami dan masuk jadi bagian RPJMN 2015-2019. RPJMN jadi penuntun kebijakan pemerintah lima tahunan, sehingga menjadi pondasi pembangunan yang kuat di masa datang.
Harapannya, Nawacita bukan sekedar janji, nun petunjuk ke mana pembangunan akan diarahkan. Tak cuma ekonomi, visi Nawacita juga menyangkut prioritas pembangunan bidang yang lain, seperti kebudayaan, pendidikan, dan pertahanan keamanan.
Demi kembali benderang, dalam Nawacita, "Menjamin kepastian hukum dan kepemilikan tanah", adalah pointers ke-8 dari 10 pointers Nawacita pertama, "Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya".
Dalam Nawacita pula, "Program 'Indonesia Kerja' dan 'Indonesia Sejahtera' melalui reformasi agraria 9 juta Ha untuk rakyat tani dan buruh tani, rumah susun bersubsidi, dan jaminan sosial", pointers ke-3 dari 3 pointers Nawacita keenam, "Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia".
Dalam RPJMN 2015-2019, pemberian akses masyarakat kepada sumber daya hutan dilakukan dengan dua mekanisme. Yaitu, penerbitan izin atau hak kelola Perhutanan Sosial, dan penerbitan tanda bukti hak Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA).
"Perbedaannya, dengan (mekanisme) izin Perhutanan Sosial, lahan hutan dapat diakses namun fungsi hutan tetap dijaga. Sedangkan dengan (mekanisme) TORA, lahan hutan dilepaskan fungsinya menjadi non hutan dan dapat diberikan hak kepemilikan," terang Menteri LHK Kabinet Kerja, Dr Siti Nurbaya Bakar, Juni 2018.
Masyarakat yang menguasai tanah di kawasan hutan akan diberikan hak milik, sebut menteri, bila memenuhi tiga kriteria.
Yaitu, tanah telah dimanfaatkan dengan baik, bidang tanah bukan merupakan obyek gugatan atau sengketa, dan adanya pengakuan oleh adat atau pun kepala desa/kelurahan dengan saksi yang dapat dipercaya.
Selanjutnya, kehadiran negara atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dengan didorong keinginan kuat yang luhur, upaya pemerintah meretas kusut bin tingginya ketimpangan penguasaan tanah oleh sektor swasta, dengan penguasaan oleh masyarakat melalui program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial.
Direaksi beragam, salah satunya gigantisme serangan balik (counter attack) korporasi macam-macam yang puluhan tahun nikmati akses penguasaan "kasar" berbasis relasi kuasa nepotis atawa koncoisme khas kapitalisme kroni Orde Baru silam, meski tak semuanya brengsek, namun demi terbentur terbentur terbentur terbentuk!, menyeok perlahan ketimpangan terus diperangi.
Alhasil, data hingga akhir 2017 pelepasan kawasan hutan untuk masyarakat melalui program TORA meningkat dari 12 persen menjadi 38-41 persen, pemberian akses Perhutanan Sosial ke masyarakat naik rasio dari hanya 2 persen menjadi 28-31 persen!
"Reforma agraria dari kawasan hutan dan program Perhutanan Sosial mendorong masyarakat adil, makmur, berkelanjutan, tanpa konflik, ramah lingkungan, memiliki kemandirian ekonomi," lugas Siti Nurbaya.
Menteri yang kini bernama lengkap gelar Prof. (HC) Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc usai mendapatkan gelar Profesor Kehormatan Bidang Ilmu Manajemen Sumber Daya Alam Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, 25 Juni 2022 lalu ini menambahkan, program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial harus disertai upaya pendampingan yang berkelanjutan dari pemerintah, berpatok pada enam strategi.
Yakni, penguatan program pemberdayaan masyarakat desa (hutan), pembangunan dengan sistem kluster, pembentukan dan penguatan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas manajemen usaha masyarakat, teknologi land base business dan pengolahan produksi, dan membangun koneksi antara usaha petani, UMKM dan industri untuk pertumbuhan ekonomi.
Data Rakernas PPTKH 2018, Kemen-LHK menetapkan areal indikatif TORA seluas sekitar 4.853.549 Ha via penetapan Men-LHK Nomor 180/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2017, dan areal indikatif Perhutanan Sosial seluas ± 13.462.101 Ha melalui penerbitan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) melalui penetapan Menteri LHK Nomor 22/MENLHK/SETJEN/PLA.0/1/2017.
Skema Perhutanan Sosial dapat berbentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan (HKm), hutan tanaman rakyat (HTR), kemitraan kehutanan, dan hutan adat.
Demi menggenapi, Menteri ATR/Kepala BPN, (saat itu) Sofyan Djalil menandaskan PPTKH sangat penting. Jika Menteri LHK sudah menetapkan batas jelas atas kawasan hutan, maka tugas Kementerian ATR/BPN untuk menerbitkan sertifikat tanah akan kian mudah.
"Pelepasan kawasan hutan jadi sangat penting, sebab menyangkut masyarakat yang tinggal di dalam hutan yang akan kehilangan hak-haknya atas fasilitas dari negara seperti subsidi rakyat dan sebagainya," pengingatnya.
Apresiasi atas dicetuskannya PPTKH, antara lain disuarakan Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purn Moeldoko. Mantan Panglima TNI ini bilang, lebih dari 25 ribu desa di Indonesia berada dalam kawasan hutan namun sulit dapatkan fasilitas negara karena status legalitasnya kawasan hutan.
"PPTKH harus menjadi skema 'super' menyelesaikan konflik pertanahan di Indonesia," injeksi Ketum HKTI ini, pada Rakernas PPTKH yang turut dihadiri Wakil Sekretaris Kabinet Ratih Nurdiati dan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Eko Subowo, diisi sesi presentasi Gubernur/Wagub/utusan 26 provinsi soal masalah dan rencana langkah percepatan pelaksanaan PPTKH di wilayah masing-masing.
Bicara masing-masing, sudahkah semua pengampu kepentingan terkait isu strategis agenda reforma agraria di Tanah Air itu sadar sesadar-sadarnya alias "sedar" akan hak dan kewajiban, tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing, sepenuh-penuhnya, demi keparipurnaan dari eksekusi penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan ini dengan setuntas-tuntasnya?
Sertakan secangkir kopi demi seseruput demi adrenalin terpacu kembali menemukan dan menemukenali bentang cuaca, bentang kendala, berikut bentang solusinya.
Meski sah-sah saja kedepankan ego sektoral masing-masing, "kalau gak ada saya, gak bakal jalan, gak jadi ini barang!" dan ilustrasi semacamnya, namun adakah tiada merasa merugi bakal merugi menyesal kemudian hari lantaran karena ego masing-masing tadi kelak hasilnya pun menjadi: basing-basing? Tak kasihan kah dengan Barbie kepalanyi pusing?
Benarkah sementara asumsi 'sadis' yang bilang PPTKH sebagai bagian ultramikro dari program reforma agraria Tanah Air praktis sejak pemerintahan Jokowi mulai mengenalkannya medio 2016 tersebut, macan kertas belaka?
Benarkah 'berojolan' anggapan minor yang masih ada saja yang terus 'dar der dor' bombardir isi kepala dengan stigmatisasi komunis, label pengacau, selorohan akut bina-binasakan, cap gampang perambah, cap murah pembalak, bahkan "sungguh teganya teganya teganya teganya" cap perusak lingkungan hidup kawasan hutan terhadap sesiapa pun rakyat Indonesia yang telah, tengah, dan masih terus setia di jalur perjuangan kolektif demi mendapatkan akses penguasaan hak kelola pun hak kepemilikan tanah berikut perlindungan hukum hak-hak rakyat yang menguasai atau memanfaatkan bidang tanah dalam kawasan hutan. Itu?
Siapa, mau cari apa, sosok pendulum misterius berperawakan sedang tak lagi kurus, sang Koordinator Presidium, itu, dia? Bersambung. (Muzzamil)
Comments (0)
There are no comments yet