Demokrasi Sejati di Lampung

Demokrasi Sejati di Lampung
Ket Gambar : Poros Wartawan Lampung. | Ist

Clickinfo.co.id - Selamat untuk para mahasiswa dan para pemangku kebijakan di Provinsi Lampung yang telah mensukseskan Aksi Mahasiswa di tanah berjuluk Sai Bumi Ruwa Jurai. 

Unjuk rasa yang digelar ribuan mahasiswa pada Senin, 1 September 2025, berakhir damai dan kondusif. Peristiwa ini layak menjadi teladan, bukan hanya bagi Lampung, tetapi juga bagi seluruh daerah di Indonesia.

Aksi mahasiswa di Lampung memberi pesan moral yang tegas, menyampaikan aspirasi tidak harus disertai kerusuhan atau tindakan anarkis. 

Bila aspirasi yang dibawa mahasiswa diterima dengan baik oleh para pemimpin, maka demonstrasi sudah bisa dianggap berhasil. Tidak perlu ada kaca pecah, fasilitas umum rusak, atau bentrokan fisik yang justru merugikan masyarakat luas.

Sering kali ada upaya provokasi untuk menggiring opini seakan-akan demo damai itu sia-sia. Ada yang berujar, “Kalau damai, itu sama saja dengan halal bihalal atau cukup kirim perwakilan audiensi.” 

Narasi seperti ini justru melemahkan semangat demokrasi yang sesungguhnya. Faktanya, mahasiswa di Lampung membuktikan sebaliknya, demo damai bisa kuat, bermartabat, dan justru lebih mengena.

Upaya segelintir pihak untuk menodai aksi damai ini memang sempat terjadi. Tiga remaja penyusup kedapatan membawa bom molotov. Sebuah skenario berbahaya yang bisa memicu kericuhan. 

Namun mahasiswa dan massa menunjukkan kedewasaan. Alih-alih terpancing emosi, mereka segera mengamankan para penyusup dan menyerahkannya ke aparat.

Sikap ini membuktikan bahwa mahasiswa benar-benar memahami esensi perjuangan, menjaga marwah aspirasi tanpa terjebak dalam anarki. Bahkan, anggota TNI yang berjaga turut membantu memastikan provokasi tersebut gagal.

Situasi sempat memanas. Ribuan massa berdesakan, aparat berjaga, dan ketegangan mulai terasa. Namun semua berubah ketika Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, tiba di lokasi. 

Ia tidak sekadar hadir untuk memberi pernyataan resmi dari jauh. Ia langsung masuk ke tengah kerumunan, berdiri di hadapan mahasiswa, dan meminta kawat berduri dibuka. 

“Saya minta Kapolres dan tim membuka kawat berduri. Kita kondusif, saya bersama mahasiswa,” serunya lantang.

Kalimat sederhana itu seketika mencairkan suasana. Mahasiswa yang semula berdiri berdesakan kompak duduk, mendengarkan orator, dan bersiap berdialog. Dari sinilah aksi yang tadinya berpotensi ricuh berubah menjadi forum musyawarah akbar di jalanan.

Dialog pun mengalir. Mahasiswa menyampaikan tuntutan, gubernur memberi respon, DPRD ikut menyimak. Semua berlangsung disaksikan ribuan pasang mata.

Gubernur Mirza dalam pernyataannya menegaskan, “Aspirasi mahasiswa adalah suara rakyat. Tugas kita mendengar, bukan membungkam. Tapi harus dengan damai, tanpa kekerasan.”

Ia juga menekankan agar aparat mengedepankan pendekatan humanis, bukan represif. “Jangan ada luka, jangan ada korban. Kita ingin mahasiswa pulang dengan kepala tegak, dan pemerintah mendengar dengan hati terbuka,” tegasnya.

Apa yang terjadi di Lampung bukanlah hal kecil. Ia menunjukkan bahwa demokrasi sejati bukan soal adu kekuatan, melainkan ruang dialog untuk mencari solusi. 

Semua pihak memainkan peran penting, mahasiswa yang tertib, aparat yang sigap, pemerintah yang hadir langsung.

Hasilnya? Aksi damai yang berhasil menyampaikan aspirasi tanpa korban jiwa, tanpa kerusakan, tanpa luka.

Inilah wajah demokrasi yang seharusnya menjadi contoh. Bukan demokrasi yang penuh bentrokan dan saling curiga, melainkan demokrasi yang membuka ruang dialog, merangkul perbedaan, dan mengutamakan kedewasaan.

Lampung hari itu telah memberi pelajaran berharga bagi bangsa. Bahwa demo tidak identik dengan chaos. Bahwa pemimpin sejati bukan yang bersembunyi di balik tembok gedung, melainkan yang berani hadir di tengah rakyatnya. Bahwa mahasiswa bukan sekadar penggerak massa, melainkan penjaga nurani bangsa.

Terbukti, demokrasi damai yang beradab, bermartabat, dan menyejukkan. Semoga kisah dari Sai Bumi Ruwa Jurai menjadi teladan nasional, agar setiap suara rakyat selalu sampai dengan cara yang indah, tanpa amarah, tanpa luka, dan tanpa kekerasan. 

Oleh: Junaidi Ismail, SH 
Ketua Umum Poros Wartawan Lampung

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment