Kebudayaan Di Benak Calon Pemimpin Negara

Kebudayaan Di Benak Calon Pemimpin Negara
Ket Gambar : Penulis : Yulizar Lubay (Clickinfo.co.id)

Clickinfo.co.id, LAMPUNG - Pesta Demokrasi akan berlangsung beberapa pekan lagi; dalam hal ini pemilihan presiden dan wakil presiden. Promosi visi-misi sudah mulai digulirkan oleh masing-masing Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres).

Semua visi-misi yang mereka tawarkan tentulah demi kebaikan, kemajuan, dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Sebagai anak bangsa yang bekerja di bidang seni dan budaya, saya mengharapkan adanya calon pemimpin negara yang peduli dan cinta pada Kebudayaan. Peduli dan cinta yang sungguhan dan terpatri kuat di kepala dan jiwanya. Bukan sekadar retorika atau basa-basi belaka.

Sektor ekonomi penting, sektor kebudayaan pun tak kalah penting. Kebudayaan adalah identitas bangsa dan akan menjadi salah satu tolok ukur maju dan mundurnya sebuah bangsa; bukankah komunikasi internasional tak jarang menggunakan seni (produk budaya) sebagai media paling efektif untuk menjalin kerja sama?

Untuk itulah, sebagai anak bangsa yang bekerja di bidang seni dan budaya, saya sangat menanti-nantikan acara debat Capres soal kebudayaan. Saya ingin tahu power point atau isi kepala calon presiden mengenai Kebudayaan. 

Strategi Kebudayaan macam apa yang ada dalam benak masing-masing calon presiden? Apa visi-misi mereka soal kebudayaan, soal kesenian sebagai cabangnya?

Semua jawaban untuk pertanyaan di atas dapat kita lihat seterang-terangnya pada Minggu, 4 Februari 2024, di mana tema Kebudayaan akan bersanding dengan tema-tema lain yang tak kalah penting. Tema-tema tersebut antara lain: Pendidikan, Kesejahteraan Sosial, Teknologi-Informasi, Sumber Daya Manusia, Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan Inklusi. 

Sederet tema yang akan menjadi bagian akhir dari rangkaian debat capres dan cawapres. Tak jadi soal tema Kebudayaan dan beberapa tema lain tersebut diletakkan di akhir rangkaian debat, sebab saya punya anggapan baik bahwa tema-tema yang diletakkan di akhir adalah tema-tema yang paling penting.

Apa yang mendorong saya, sebagai anak bangsa, menggelisahkan nasib kebudayaan? Kenapa kebudayaan menjadi sedemikian penting untuk dipertanyakan? Tak lain dan tak bukan adalah karena serangkai peristiwa budaya yang terjadi pada tanggal 20-25 Agustus 1948. 

Di tanggal-tanggal, bulan, dan tahun tersebut Soekarno, Hatta, Jenderal Soedirman, Armijn Pane, Sunarjo Kolopaking, dan yang lainnya bertemu di Magelang untuk membicarakan arah kebudayaan bangsa melalui Kongres Kebudayaan Indonesia.

Dari Kongres tersebut, lahirlah Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI) yang bertahun-tahun kemudian melahirkan ISI Jogjakarta. Mari kita bayangkan, di tengah-tengah revolusi, para pemimpin dan budayawan bangsa kita menyempatkan diri membicarakan Kebudayaan–dari peristiwa semacam itulah mestinya kita sadar bahwa kebudayaan adalah salah satu pilar peradaban.

Sebagai anak bangsa, apa pun bidang pekerjaan yang sedang digeluti, kita tidak perlu bersikap naif dan kelewat fanatik kepada capres dan cawapres tertentu; sebab naif dan fanatik adalah sikap yang berbahaya dan menjadi salah satu ciri cinta buta, yaitu perasaan amat suka tanpa diterangi logika, yang disebut Hannah Arendt sebagai absennya pikiran. 

Absennya pikiran bukanlah karena tidak pernah sekolah dan tidak pintar, melainkan karena tidak menggunakan nalar, nurani, dan akal budi.

Matinya nalar, nurani, dan akal budi dapat dipastikan akan membuat para pemimpin dan para penguasa justru jatuh dalam drama adu mulut yang tak kunjung cukup; sentimen massa dimanfaatkan dan diterjemahkan ke dalam laku politik yang kurang asyik. 

Hal-hal yang demikian itu harus kita hindari demi terciptanya ketertiban, keamanan, dan kegembiraan pesta demokrasi yang digelar lima-tahun-sekali ini.

Karena itulah, sebagai anak bangsa, kita justru perlu mempelajari satu per satu capres dan cawapres yang sudah ada, lalu memilih dengan merdeka mana calon terbaik menurut akal budi kita tanpa mengecilkan pilihan calon dari anak bangsa lainnya; sebuah sikap yang menghormati prinsip langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Semoga Pesta Demokrasi yang akan dihelat 14 Februari 2024 nanti bisa melahirkan pemimpin negara yang hebat. Hebat karena selalu mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongannya.

Semoga Indonesia menjadi lebih baik di masa-masa yang akan datang. Semoga apa yang dicita-citakan W.R. Supratman dalam stanza kedua baris kedelapan lagu Indonesia Raya benar-benar dapat diwujudkan: Indonesia Bahagia. Semoga. (Yulizar Lubay) 

Related Posts

Comments (0)

There are no comments yet

Leave a Comment